WahanaNews.co | Jumlah polisi yang diperiksa oleh tim Inspektorat Khusus (Irsus) terkait dugaan tidak profesional dan melanggar kode etik dalam penanganan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tercatat mencapai 83 personel.
Dari jumlah itu, 35 orang di antaranya direkomendasikan dikurung di tempat khusus.
Baca Juga:
Hakim Tolak Eksepsi Arif Rachman Arifin, Salah Satu Saksi Kunci Pembunuhan Brigadir J
Hal itu memperlihatkan gejala sikap saling menutupi atau subkultur blue wall of silence di tubuh Polri.
Hal itu ditandai ketika ada kasus pidana yang melibatkan seorang polisi, maka sejumlah rekannya berupaya menutupinya.
Bisa dengan menghilangkan atau merusak barang bukti hingga merusak atau merekayasa tempat kejadian perkara (TKP).
Baca Juga:
Brigjen Hendra Kurniawan Hari Ini Jalani Sidang Etik Kasus Brigadir J
Atau ketika ada seorang polisi yang memutuskan memberikan kesaksian yang memberatkan, maka dia kemungkinan besar bakal mengalami tekanan oleh rekan-rekan kerjanya yang lain.
Menurut Ketua Komisi Kepolisian Nasional yang juga Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, upaya menghalangi penyidikan kasus Brigadir J oleh sejumlah polisi memang nyata.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai, persoalan perilaku seperti itu juga harus diberantas oleh Polri.
Karena, sebenarnya, hal itu dinilai akan merusak citra mereka secara perlahan-lahan dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat.
"Tidak ada pilihan lain bagi Polri kecuali membongkar habis segala bentuk kode senyap yang menaungi kasus tersebut," ucap Reza.
Polri juga mesti berjuang lebih keras untuk memperbaiki organisasi, di tengah pusaran kasus Brigadir J yang menyeret mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Ferdy Sambo.
"Pertanggungjawaban Polri juga pada dimensi organisasi, bukan hanya pidana," kata Reza, saat dihubungi wartawan, Selasa (23/8/2022).
Reza menilai, Polri harus melakukan restrukturisasi terkait badai yang menerpa akibat perkara yang ditimbulkan oleh Sambo beserta rekan-rekannya.
Salah satu restrukturisasi yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait dengan kasus itu adalah dengan melakukan mutasi sejumlah perwira, dan membubarkan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Merah Putih yang sempat dipimpin Sambo.
Salah satu fokusnya, kata Reza, adalah dengan mengurangi praktik budaya “kode senyap” di antara para polisi.
"Minimal pengikisan subgrup atau geng atau klik, penataan pejabat, dan penguapan kode senyap," ucap Reza.
Jika para pimpinan Polri membiarkan atau mengabaikan budaya seperti maka akan membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan polisi.
Hal itu bisa berakibat fatal dan bahkan bisa memicu gejolak sosial di tengah masyarakat.
Selain itu, Reza menilai Polri juga harus segera memperkuat penanaman kode etik profesi di antara para polisi.
Hal itu dilakukan guna membentuk karakter polisi yang ideal seperti yang diharapkan.
"Analisis kebutuhan agar terdapat alokasi anggaran yang lebih besar pada penguatan etik, pelurusan jiwa korsa," ucap Reza.
Reza mengatakan, perilaku kode senyap adalah subkultur menyimpang yang hidup subur seusia dengan institusi kepolisian.
Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sampai saat ini menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Para tersangka itu adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga Putri bernama Kuat Maruf.
Kelimanya dijerat dengan sangkaan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Menurut keterangan Mabes Polri, Bharada E diperintahkan oleh Sambo untuk menembak Brigadir J pada 8 Juli 2022.
Peristiwa itu terjadi di rumah dinas Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Setelah itu, Sambo menembakkan pistol Brigadir J ke dinding rumah dengan tujuan supaya seolah-olah terjadi baku tembak.
Menurut pengakuan Sambo, dirinya merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J karena merasa marah dan emosi akibat martabat keluarganya dilukai dalam sebuah kejadian di Magelang, Jawa Tengah.
Saat ini Sambo ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Sedangkan Bharada E ditahan di rumah tahanan negara Bareskrim Polri.
Putri Candrawathi sampai saat ini belum menjalani proses hukum dengan alasan sakit. [gun]