Firihuddin menyebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan ahli bahasa dan ahli ITE.
“Disampaikan Profesor Teguh Apriadi dari Kemenkominfo, kalimat saya itu adalah kalimat bertanya yang membutuhkan jawaban. Ini sependapat dengan pernyataan Syamsul Hidayat dari FH Universitas Mataram, yang menyebut kalimat tanya tak bisa kena delik,” bebernya.
Baca Juga:
Tersangka Tunadaksa Agus Segera Disidang, Penyidik Serahkan ke Penuntut Umum
Sangat disayangkan, sambungnya, untuk kasus ITE, Polda dan Kejaksaan di NTB tak pernah melibatkan ahli ITE.
“90% Tersangkanya bebas, karena tidak memenuhi unsur tindak pidana pidana ITE,” tambahnya.
Pelaporan ini berujung gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Baiq Isvie Rupaeda.
Baca Juga:
Modus Zikir Dosen di Mataram Dipolisikan, Diduga Lecehkan Mahasiswi
Hal itu karena laporan Baiq Isvie ke Polda NTB atas kasus ITE Fihiruddin tidak menggunakan mekanisme laporan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kapasitas Isvie sebagai pelapor tidak jelas, sebagai pribadi ataukah pimpinan lembaga. Pribadi tidak bisa mewakili unsur SARA dalam ITE. Sedangkan pelapor kelembagaan memiliki prosedur tersendiri.
Sementara itu, upaya mediasi antara Fihiruddin dan DPRD NTB gagal dilakukan.