WAHANANEWS.CO, Jakarta - Tifauzia Tyassuma atau dr Tifa memecah kebuntuan polemik dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo dengan meluruskan ulang hubungan hukumnya dengan advokat Ahmad Khozinudin.
Ia menegaskan bahwa situasi yang berkembang di publik tidak sesuai dengan fakta yang ia alami.
Baca Juga:
Raih Gelar Doktor di Usia 71 Tahun di Unpad, Ini Kisah Perjuangan Johar Firdaus
Tifa membantah pemberitaan bahwa dirinya mencabut kuasa dari Khozinudin. Ia menjelaskan bahwa pendampingan itu justru lebih dulu dihentikan oleh pihak kuasa hukum.
"Istilah mencabut kuasa tidak tepat digunakan," ujar Tifa, Minggu (23/11/2025).
Ia menambahkan bahwa penghentian pendampingan tersebut terjadi sekitar lima bulan lalu sehingga secara administratif ia bukan lagi klien.
Baca Juga:
Budi Arie Siap Berlabuh ke Gerindra, Projo Tegaskan Dukungan untuk Prabowo
"Pendampingan itu sudah diakhiri secara sepihak sejak lima bulan lalu," kata Tifa.
Sejak saat itu, seluruh proses hukum dikawal Tim Pembela Penegak Keadilan (PPK) yang dipimpin Abdullah Alkatiri dan M Taufiq.
Tifa menjelaskan bahwa tim tersebut yang mendampinginya pada pemeriksaan Kamis (13/11/2025) dan dalam kewajiban lapor hingga hari ini.
Meski begitu, Tifa menegaskan tidak ada konflik personal dengan siapa pun. Ia hanya ingin publik menerima informasi yang benar.
"Saya tetap menjaga hubungan baik dengan semua pihak," tutur Tifa.
Pada Rabu (19/11/2025), Tifa bersama Roy Suryo dan Rismon Sianipar memilih walkout dari audiensi Komisi Percepatan Reformasi Polri di PTIK Jakarta setelah panitia melarang mereka ikut berdiskusi.
Mereka menilai forum tersebut tidak lagi memberi ruang setara kepada seluruh peserta.
Dalam pernyataan terpisah pada hari yang sama, Tifa juga menyampaikan pandangannya mengenai kondisi Jokowi.
Ia menyebut negara semestinya memberi ruang pemulihan bagi mantan pemimpin ketika tekanan publik mencapai titik ekstrem.
"Negara biasanya memilih memberi ruang pemulihan, bukan konfrontasi," ujar Tifa.
Tifa menilai tekanan politik berkepanjangan dapat memengaruhi kesehatan seseorang, termasuk kesehatan Jokowi.
"Tekanan politik yang lama bisa berdampak pada kesehatan fisik dan mental," katanya.
Karena itu, ia menilai pemberian kesempatan menjalani perawatan medis di luar negeri dapat menjadi jalan tengah yang lebih manusiawi.
"Itu bisa menjadi solusi elegan dan manusiawi," ucap Tifa.
Ia menjelaskan bahwa saran tersebut merupakan bagian dari pendekatan Macros Way yang menempatkan kemanusiaan sebagai inti penyelesaian konflik.
"Pendekatan ini menjaga ketenangan publik tanpa merendahkan siapa pun," kata Tifa.
Menurutnya, cara tersebut membuka ruang agar negara dapat kembali fokus pada agenda pembangunan masa depan sambil tetap memberikan penghormatan kepada pihak yang bersangkutan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]