WahanaNews.co, Jakarta - Profesor Adrianus Meliala, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), mengingatkan pihak kepolisian untuk menyadari bahwa pengungkapan kasus di Subang terjadi berkat bantuan pelaku, dan ia mengkritik pihak kepolisian agar tidak mengambil pujian atas hal yang mereka tidak lakukan.
Pernyataan Adrianus ini sebagai tanggapan terhadap terungkapnya kasus pembunuhan Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu di Subang pada tahun 2021.
Baca Juga:
Kemah Bakti Harmoni Beragama III tahun 2024, Badruzaman: Sisingaan Subang Meriahkan Acara
Pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka meliputi Yosep Hidayah (suami korban), M Ramdanu (keponakan korban), Mimin (istri kedua pelaku), serta Arighi dan Abi (anak tiri Yosep). Yosep dan Danu telah ditahan, sementara Mimin, Arighi, dan Abi tidak ditahan.
"Tak perlu mencari kredit dari kasus yang penanganannya sudah amburadul itu," ungkap Adrianus, melansirRepublika, Jumat (20/10/2023).
Danu adalah pelaku yang pada akhirnya mengungkap kasus ini melalui pengakuan yang dia berikan. Selama ini, Danu telah membantu tersangka Yosep dan dia telah mengajukan permohonan status justice collaborator (JC).
Baca Juga:
Sejumlah Bukti-Bukti Terungkap, Sopir Bus Rombongan SMK Depok Jadi Tersangka
Profesor Adrianus Meliala mengkritik pernyataan yang dikeluarkan oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Jabar, yang seolah-olah mengesampingkan peran Danu dalam pengungkapan kasus ini dan mengklaim bahwa pengungkapan tersebut adalah hasil kerja penyidik.
Adrianus mengkritik tindakan tersebut dan menyindir bahwa kasus Subang sebenarnya terungkap berkat peran penting yang dimainkan oleh Danu.
Oleh karena itu, menurutnya, tidak perlu bagi polisi untuk menciptakan kesan bahwa kasus ini terungkap semata-mata berkat upaya penyidik.
"Bukankah sudah jelas bahwa setelah Danu bicara, dan dilanjutkan dengan permintaan pengurusan JC, maka Ditkrimum lalu melakukan pentersangkaan dan dilanjutkan penahanan? Artinya, polisi bergantung pada pengakuan Danu," ujar Adrianus.
Adrianus berharap Polda Jabar mengambil pelajaran berharga dari kasus Subang. Dengan demikian, diharapkan kinerja Polda Jabar semakin profesional agar kasus pembunuhan seperti di Subang tak lagi mangkrak sampai dua tahun.
"Singkatnya, Ditkrimum perlu berbesar hati dan melihat penanganan kasus Subang ini sebagai pelajaran mahal," ujar Adrianus.
Melansir Republika, pakar psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel juga mengkritisi kinerja polisi dalam kasus pembunuhan itu.
Reza menyayangkan polisi baru bisa mengungkapnya setelah ada pengakuan salah satu pelaku. Terlebih, belakangan terungkap bahwa seluruh tersangka adalah orang-orang yang dekat dengan korban.
"Kemampuan polisi secara global dalam mengungkap kasus pembunuhan memang mengalami penurunan," kata Reza.
Padahal, sambung Reza,teknologi investigasi yang dimiliki polisi semakin canggih.
Namun kemajuan tersebut tak membuat polisi punya bekal yang memadai membongkar kasus Subang.
Intinya, kemampuan polisi secara global dalam mengungkap kasus pembunuhan memang mengalami penurunan.
"Sementara dalam kasus ini sepertinya para pelaku bukan sindikat kriminal," ujar Reza.
Dalam kondisi ini, Reza mempertanyakan kemampuan investigasi polisi.
"Jadi, kita mau bilang apa? Pelaku memang cerdas, atau pada dasarnya kemampuan investigasi polisi yang perlu di-upgrade?" ucap Reza.
Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar belakangan juga mengungkapkan bercak darah pada baju yang dipakai Yosep Hidayah identik dengan darah korban. Bercak darah di baju Yosep sudah ada setelah kejadian dan saat Yosep melapor ke Polsek setempat.
"Polisi bilang ditemukan percikan darah korban di baju salah satu tersangka. Pertanyaan saya, kapan polisi menemukan itu?" ujar Reza.
"Kalau sudah ditemukan sejak dulu, maka semestinya pendalaman hingga penetapan tersangka sepertinya sudah bisa dilakukan sejak dulu juga," lanjut Reza.
Reza kemudian meminta Korps Bhayangkara berhati-hati dalam mengusut kasus ini. Reza tak ingin muncul opini liar yang malah menurunkan citra polisi.
"Awas, jangan sampai memunculkan kesan polisi membuat atau menciptakan barang bukti," singgung Reza.
Diketahui, dari peran sementara yang disimpulkan kepolisian tersangka Danu yang pertama menemani tersangka Yosep ke tempat kejadian perkara. Danu diketahui mengambilkan golok yang diduga untuk mengeksekusi pembunuhan.
Danu sempat membersihkan tempat kejadian perkara sehingga mengganggu proses penyelidikan. Danu mengaku selama ini diam karena takut dijadikan tumbal dan akan dibunuh.
Di lain pihak, Polda Jawa Barat mengakui sebenarnya telah memiliki bukti kuat keterlibatan empat orang tersangka. Meski ada bantahan dari keempat tersangka yang membuat kepolisian lebih berhati-hati.
"Terkait dengan alat bukti sudah jelas penyidik punya alat bukti yang cukup diyakini, apalagi ini didasari scientific identification dengan pengelolaan yang profesional dan normatif dengan akuntabilitas pertanggungjawaban hukum sehingga penyidik punya keyakinan," ucap Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Ibrahim Tompo, Kamis (19/10/2023).
Alat bukti sebenarnya sudah dimiliki tapi kan ada rangkaian yang harus didudukkan penyidik.
Ia menuturkan pengakuan dari para tersangka tidak semata-mata dijadikan sebagai alat bukti. Sebab kualitasnya relatif rendah.
"Tapi akan lebih kuat dari alat bukti yang kita miliki apalagi itu didasari scientific identification, itu kan lebih kuat," kata dia.
Ibrahim menambahkan berdalih kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang memakan waktu lama. Karena bentuk kehati-hatian dari penyidik dalam menetapkan seseorang menjadi seorang tersangka.
"Alat bukti sebenarnya sudah dimiliki tapi kan ada rangkaian yang harus didudukkan penyidik antara kesesuaian keterangan, alat bukti kejadian dan TKP. Inilah yang disesuaikan," kata dia.
Setelah penetapan lima orang tersangka, Ibrahim melanjutkan pemeriksaan tambahan terus dilakukan untuk menyesuaikan keterangan. Termasuk apabila keterangan saat menjadi saksi berbeda saat menjadi tersangka.
"Pada prinsipnya, kita tidak mengejar pengakuan karena alat bukti yang diperoleh oleh penyidik dalam kasus ini sudah cukup berupa alat bukti yang didasari scientific identification, jadi itu cukup kuat untuk mengarah kepada tersangka," kata dia.
Achmad Taufan kuasa hukum Danu menceritakan awal mula pengakuan Danu terkait kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang. Saat pemeriksaan terakhir di kepolisian, Danu tiba-tiba menangis dan menyampaikan informasi baru di luar berita acara pemeriksaan.
"Awal mula berani mengungkapkan itu pada saat pemeriksaan Danu yang terakhir di tengah-tengah pemeriksaan tiba-tiba Danu nangis dan Danu mulai berani menyampaikan yang mungkin sebelumnya belum pernah ada di BAP Danu," ucap dia belum lama ini.
"Danu yang selama ini menahan untuk tidak menceritakan semuanya baru terungkap saat pemeriksaan terakhir walau itu belum sempurna itu baru kulit-kulitnya saja dan saya diberi tahu dari tim yang mendampingi tentang kejadian tersebut," kata dia.
Setelah Danu mengaku, ia menuturkan tim kuasa hukum termasuk dirinya syok berat dengan pengakuan itu. Termasuk pihak keluarga syok berat saat mengetahui pengakuan Danu.
"Karena jujur kita juga baru tahu dan saya mengabarkan keluarga dan keluarga syok berat waktu itu," kata dia.
Setelah itu, Achmad Taufan mengajak Danu bertemu keluarganya di Karawang. Di sana, Danu akhirnya terbuka meski masih terlihat khawatir dan masih ada yang belum disampaikan.
"Akhirnya terbuka sedikit demi sedikit walau belum 100 persen, saya meyakini bahwa Danu masih ada yang dia khawatirkan untuk dia buka masih ada sesuatu yang dia belum buka," kata dia.
Setelah pertemuan itu, ia menuju Subang bertemu dengan keluarga korban dan mempertemukan mereka dengan Danu. Hingga akhirnya Danu menyampaikan seluruh informasi yang diketahuinya.
"Kami bicara semua ke keluarga dari hati keluarga ke keluarga dan karena posisi keluarga masih syok dengan sebenarnya yang terjadi dan dipanggil Danu kita mulai untuk menginterogasi Danu dengan cara yang membuat dia merasa aman dan nyaman. Alhamdulillah, setelah itu Danu membongkar sampai akhir," kata dia.
Dia mengatakan bahwa Danu telah menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan diri dan menjadi tersangka, bahkan bersedia ditahan.
Pada tanggal 16 Oktober 2023, mereka menjemput Danu dan membawanya ke Polda Jabar setelah ia berpamitan kepada keluarganya.
Setelah itu, Danu diambil keterangannya dan pernyataannya dibandingkan dengan bukti yang ada. Kemudian, seperti yang kita ketahui, penyidik melakukan penjemputan paksa terhadap tersangka lainnya.
Namun, Rohman Hidayat, kuasa hukum Yosep Hidayah, mengungkapkan keraguan terhadap kesaksian Danu. Terutama karena kliennya masih bersikeras membantah keterlibatan dalam pembunuhan.
Rohman mengatakan bahwa jika kesaksian Danu dianggap valid, mungkin tidak perlu membawa kasus ini ke Polda, karena Polres Subang tidak berani menetapkan kliennya sebagai tersangka berdasarkan banyak pertimbangan.
"Kalau keterangan Danu valid sepertinya tidak perlu ke polda, di polres sudah terjadi karena banyak pertimbangan dan mempertanyakan keterangan Danu Polres Subang tidak berani menetapkan tersangka," ucap dia kepada wartawan belum lama ini.
Dia juga menyatakan bahwa Danu ingin menjadi justice collaborator, dan meskipun dia tidak tahu apa yang dimaksud dengan "mahkotanya" oleh Danu, itu adalah haknya.
Rohman mengklaim bahwa kliennya tetap pada keterangan yang sama, yaitu membantah keterlibatan dalam pembunuhan, begitu juga dengan Mimin, Arighi, dan Abi.
Menurutnya, saksi-saksi menolak kesaksian Danu, bahkan Abi dan Arighi belum pernah bertemu dengannya. Rohman meragukan kesaksian Danu dan berpendapat bahwa jika ia memang dipaksa, maka kliennya tidak akan mengakui keterlibatan dalam kasus tersebut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]