WahanaNews.co | Persidangan
eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo mencapai fase akhir.
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat siap menggelar sidang vonis Edhy di kasus suap
ekspor benih lobster pada hari ini, Kamis (15/7).
Baca Juga:
Vonis Seumur Hidup Kurir Sabu-sabu 13 Kg Diperkuat PT Medan
Kabar tersebut dibenarkan oleh kuasa hukum Edhy Prabowo,
Soesilo Aribowo.
"Harapan saya selaku PH (Penasihat Hukum) pak Edhy
Prabowo, karena pembuktian JPU lemah harapannya bebas atau setidak-tidaknya
pasal 11," kata Soesilo saat dihubungi.
Jaksa KPK sebelumnya menuntut Edhy 5 tahun penjara terkait
kasus suap ekspor benih lobster ini.
Baca Juga:
Usai Blokir X Brasil Ancam Sanksi Starlink Milik Elon Musk, Mengapa?
Pasal yang dijeratkan adalah Pasal 12 a UU Tipikor. Ancaman
pidana dalam pasal itu minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara
atau bahkan seumur hidup.
Sementara, harapan Soesilo menggunakan Pasal 11 sempat
digunakan oleh JPU KPK dalam dakwaan. Di pasal ini, penjara paling singkat yang
bisa dijatuhkan adalah 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Tetapi dalam sidang tuntutan, jaksa menggunakan pasal 12
huruf a yang punya kemungkinan tuntutan lebih tinggi dari pasal 11 UU Tipikor.
Namun, meski menggunakan pasal tersebut, tuntutan KPK ini
dinilai masih sangat rendah sebab hanya 5 tahun penjara saja. Tuntutan Edhy
Prabowo hampir pada batas minimal. Tuntutan ini sempat menuai kritik dari
sejumlah pihak.
Salah satunya ICW meminta hakim untuk bisa mengabaikan
tuntutan KPK dan memvonis Edhy lebih berat sebagaimana korupsi yang ia lakukan
sebagai menteri di tengah pandemi corona.
Dalam kasusnya, Edhy tidak sendiri. Ia diduga bersama-sama
dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril
Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo), Ainul Faqih (sekretaris pribadi
istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta
Kargo), menerima suap.
Mereka didakwa menerima USD 77 ribu dan Rp 24,625 miliar
sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 25,75 miliar. Duit berasal dari para pengusaha
pengekspor benih benih lobster terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.
Dalam nota pembelaan atau pleidoi, Edhy menegaskan tidak
pernah menginisiasi penerimaan suap terkait ekspor benih lobster.
"Saya tidak mengetahui tuduhan soal uang suap yang
diberikan pelaku usaha kepada salah satu staf saya. Saya juga tidak mengetahui
dan tidak terlibat sedikitpun dalam urusan perusahaan kargo bernama Aero Citra
Kargo (ACK). Tuduhan bahwa saya terlibat mengatur dan turut menerima aliran
dana adalah sesuatu yang amat dipaksakan dan keliru," ujar Edhy dalam
pleidoi yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/7). [qnt]