WahanaNews.co, Surabaya - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Dadi Rachmadi, tengah disorot lantaran sempat melempar pujian kepada tiga hakim pengadil Ronald Tannur (29), dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan, Dini Sera Afrianti (32).
Tiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Tiga hakim kini jadi tersangka karena diduga menerima suap miliaran Rupiah, untuk memberikan vonis bebas terhadap terdakwa penganiayaan berujung kematian Dini Sera, Ronald Tannur.
Baca Juga:
MA Sebut Tak Ada Pelanggaran Etik Hakim Majelis Kasasi Ronald Tannur
Peran Dadi itu salah satunya disorot mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD. Menurutnya, Ketua PN Surabaya juga harus diperiksa dalam perkara tersebut.
"Waktu itu Ketua PN Surabaya juga membela mati-matian bhw putusan atas Tannur itu sdh benar. Bahkan dia menyebut ketua majelis hakim tsb sbg patriotik krn pernah menghukum mati seorang isteri hakim yg membunuh suaminya. Ternyata penilaian Ketua PN tsb salah, perlu juga diperiksa," kata Mahfud melalui akun twitternya @mohmahfudmd, Rabu (23/10) melansir CNN Indonesia.
Sejak penangkapan oleh Kejagung pada Selasa (22/10) lalu, pihak PN Surabaya hingga kini masih bungkam soal penangkapan tiga hakim tersebut.
Baca Juga:
Berikut Daftar Tersangka Kasus Suap Perkara Ronald Tannur yang Ditetapkan Kejagung
Humas PN Surabaya, Alex Adam Faisal mengaku belum bisa memberikan komentar apapun karena sedang mengikuti pelatihan dan pendidikan di Jakarta selama dua pekan terakhir.
Di sisi lain, Humas Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, Bambang Kustopo mengatakan, pihaknya mempersilakan bila Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) RI akan memeriksa Ka PN Surabaya dalam pengembangan perkara ini. Pihaknya, kata Bambang, tak akan menghalangi.
PT Surabaya diketahui selain berfungsi sebagai pengadilan banding, PT juga bertugas membina, mengawasi dan memberikan arahan kepada PN di wilayah yurisdiksinya. Artinya PT memiliki kewenangan pembinaan terhadap para hakim di PN, meski tidak secara langsung membawahi dan mengatur keputusan perkara yang diambil.
"Kalau PT ndak akan memengaruhi, ndak akan menghalangi. Silakan saja [bila Kejagung memeriksa Ka PN Surabaya]. Yang penting sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia," kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat (25/10).
PT juga berperan dalam memberikan persetujuan atau pertimbangan untuk pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian hakim di PN, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Lebih lanjut, sekali lagi, Bambang menyebut, PT mempersilakan bila kejagung mengembangkan penyidikan perkara suap Ronald Tannur dengan memeriksa Ka PN Surabaya Dadi Rachmadi.
"Silakan saja. Sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, siapapun yang diperiksa harus tunduk kepada hukum itu. Baik yang memeriksa maupun yang diperiksa," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) Mia Amiati mengaku belum mengetahui rencana pemeriksaan terhadap Dadi Rachmadi. Sebab hal itu merupakan kewenangan Kejagung RI.
"Sementara belum ada rencana. Saya langsung tanyakan kepada Ketua Tim Dik-nya dan itu jawabannya," kata Mia kepada CNN Indonesia.
Dalam konferensi pers pada Kamis (24/10), Mahkamah Agung (MA) melalui juru bicaranya, Yanto, mengatakan terkait apresiasi Ketua PN Surabaya terhadap vonis bebas Ronald Tannur yang dibacakan di sidang oleh tiga hakim i=tu hanyalah sebuah kesalahan penilaian saja.
"Mengenai komentar PN Surabaya, kan bisa dijawab, dengan tertangkapnya [tiga hakim] tadi berarti ya ketua PN-nya salah menilai," kata Yanto.
"Kalau ketuanya kan menilai ini hakim yang baik, bisa dipertanggungjawabkan, integritasnya tinggi. Tapi, faktanya di kemudian hari yang terjadi sama-sama kita lihat ya, artinya dia meleset dari yang diamati selama ini," imbuhnya.
Diketahui, tiga hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo ditangkap Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, di sejumlah tempat di Surabaya, Rabu (23/10). Mereka juga membekuk advokat bernama Lisa Rahmat di Jakarta.
Ketiga hakim itu diduga telah menerima suap atau gratifikasi untuk memberikan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur, dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan terhadap kekasihnya Dini Sera Afriyanti.
Dalam kasus itu, Ronald yang merupakan anak dari mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur, dituntut jaksa penuntut umum dengan ancaman hukuman selama 12 tahun penjara serta membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun majelis hakim PN Surabaya memutus Ronald tak bersalah. Mereka menilai kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald.
Belakangan vonis bebas Ronald dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi ia kini dihukum dengan pidana lima tahun penjara.
Kini hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo selaku tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara tersangka Lisa Rahmat selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Juncto Pasal 6 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
[Redaktur: Alpredo Gultom]