WAHANANEWS.CO, Jakarta - Duduk perkara kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) pada periode 2018 hingga 2023 diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut dugaan kasus korupsi ini bermula ketika tahun 2018 diterbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Baca Juga:
Bakamla Sebut Jumlah Kapal Patroli di ZEE Natuna Utara Belum Ideal
"Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kontraktor kontrak kerjasama atau KKKS," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (10/2).
Harli mengatakan apabila penawaran dari swasta tersebut ditolak oleh Pertamina maka hal itu dapat digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor.
Dalam pelaksanaannya, ia menyebut KKKS swasta dan Pertamina yakni ISJ dan/atau PT KPI justru berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran dengan pelbagai cara.
Baca Juga:
Pertamina Buka UMK Academy 2024, 1.686 Pelaku Usaha Siap Naik Kelas
Pada periode waktu tersebut, ia mengatakan seharusnya tejadi ekspor Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara atau MMKBN karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang dengan alasan Covid-19.
"Namun pada waktu yang sama PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang," jelasnya.
Harli menjelaskan akibat perbuatan itulah minyak mentah yang seharusnya dapat diolah di kilang justru menjadi digantikan dengan minyak mentah impor.