WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap duduk perkara kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut kasus ini bermula ketika pihaknya menemukan adanya keganjilan dalam laporan keuangan Sritex pada tahun 2021.
Baca Juga:
Buruh PT Sritex Terancam Tak Dapat THR, Ini Kata DPR RI
Qohar mengatakan dalam laporan itu Sritex mencatat adanya kerugian pada perseroan sekitar Rp15,6 triliun. Padahal, kata dia, di tahun sebelumnya Sritex masih mampu meraih keuntungan sebesar Rp1,24 triliun.
"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (21/5).
Setelahnya penyidik berfokus pada total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi Sritex hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,58 triliun. Qohar menyebut tagihan itu berasal dari sejumlah bank daerah dan bank himpunan milik negara atau Himbara.
Baca Juga:
11.000 Buruh Sritex di PHK, Noel: Jangan Sampai Perusahaan yang Masih Bisa Bangkit, Diputus Pailit
Rinciannya yakni kredit dari Bank Jateng sebesar Rp395 miliar; Bank BJB Rp543 miliar dan Bank DKI Rp149 miliar. Sementara sisanya Rp2,5 triliun berdasarkan dari bank sidikasi yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI dan LPEI.
"Selain kredit tersebut di atas PT Sri Rejeki Isman TBK juga mendapatkan pemberian kredit dari 20 bank swasta," jelasnya.
Dalam pemberian kredit itu, Qohar mengatakan terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa; dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020, Dicky Syahbandinata.