Dari data ICW, sektor desa menempati urutan tertinggi dengan 77 kasus dan 108 tersangka, disusul sektor utilitas 57 kasus dengan 198 tersangka, kesehatan 39 kasus dengan 104 tersangka, serta pendidikan 25 kasus dengan 64 tersangka.
Dari sisi aktor, mayoritas pelaku berasal dari pegawai pemerintah daerah dengan 261 tersangka, pihak swasta 256 tersangka, serta kepala desa 73 tersangka, dengan catatan bahwa peran swasta menyumbang kerugian negara paling besar.
Baca Juga:
Di duga Anggaran Dana Desa di Kecamatan Bandar Tidak Transparan
“Fakta ini menyingkap rapuhnya desain pencegahan korupsi dan mekanisme pengawasan di sektor privat,” ungkap Zararah.
ICW menilai kondisi ini diperburuk dengan minimnya transparansi aparat penegak hukum dalam membuka data perkara ke publik, sehingga masyarakat kehilangan basis untuk mengevaluasi kinerja lembaga hukum dan akuntabilitas pun semakin melemah.
Jumlah kasus dan tersangka yang berhasil diungkap aparat hukum tahun 2024 tercatat paling rendah dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Baca Juga:
ICW: Penanganan Korupsi Sepanjang Tahun 2024 Turun Drastis, 364 Kasus Tak Disidik
ICW menilai penurunan kinerja tersebut salah satunya akibat minimnya informasi penanganan perkara yang menimbulkan dugaan bahwa banyak satuan kerja Kejaksaan dan Kepolisian tidak melakukan penindakan kasus korupsi.
Berdasarkan data, terdapat enam Kejaksaan Tinggi, 292 Kejaksaan Negeri, 63 Cabang Kejaksaan Negeri, 14 Kepolisian Daerah, dan 445 Kepolisian Resor yang minim informasi sehingga diduga tidak menangani perkara pada 2024.
Selain itu, dari target 200 penindakan perkara korupsi oleh KPK sepanjang tahun 2024, lembaga antirasuah itu hanya mampu menangani 48 perkara, sementara 158 perkara sisanya tidak ditangani.