WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga aksi korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dilakukan dengan mempraktikkan modus kesalahan penulisan jumlah uang atau sengaja dibuat seolah-olah typo.
Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, pelaku memperbesar tunjangan dengan modus kesalahan menulis jumlah tukin.
Baca Juga:
Sidang Hasto Kristiyanto, Jaksa dan Pengacara Cekcok Soal Legalitas Saksi
“Misalkan, kalau tunjangan kinerja misalkan Rp 5 juta, nah dikasih menjadi Rp 50 juta, kan kayak typo. Jadi, kalau ketahuan, 'Oh, saya typo nih ketik ini', padahal uangnya sudah keburu masuk Rp 50 juta,” kata Asep, melansir Kompas.com, Jumat (31/3/2023).
Menurutnya, korupsi ini diduga dilakukan di antara bendahara dan bagian keuangan di Kementerian ESDM.
Namun hingga saat ini KPK belum mendapatkan data bahwa Dirjen Minerba RIdwan Jamaluddin terkait dengan perkara ini.
Baca Juga:
Sejumlah Pasal UU BUMN Batasi Wewenang Usut Korupsi, KPK Protes Keras
“Sebetulnya, sejauh ini belum ada terkait ke pak dirjen. Jadi ini tuh di antara orang-orang keuangan (bendahara),” ujar Asep.
Asep mengatakan, dalam pengelolaan anggaran di ESDM ditemukan kelebihan uang. Mereka lantas mencari cara agar dana tersebut bisa dibagi.
Pelaku kemudian menggunakan modus salah menulis angka tunjangan.
Sebelumnya, Asep mengungkapkan bahwa pihaknya telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tukin pegawai di Kementerian ESDM.
Namun, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, nama para pelaku baru akan diumumkan berikut detail perbuatan dan pasal yang disangkakan saat penyidikan dirasa cukup.
Ali hanya mengatakan bahwa para pelaku diduga melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Mereka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri.
“Kami pastikan sudah ada beberapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ali.
Dalam perkara ini, para pelaku diduga menikmati uang puluhan miliar rupiah. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi, membeli aset, operasional, dan diduga untuk menyuap oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun demikian, KPK masih akan terus mendalami informasi tersebut. [afs/eta]