WahanaNews.co, Jakarta - Di balik data 14 ribu pengurus perusahaan terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) yang diserahkan oleh pemerintah daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Nama pengurus perusahaan tersebut masuk daftar sebagai penerima bansos.
Baca Juga:
Dinsos Kotim Hentikan Sementara Penyaluran Bansos Hingga Pilkada 2024 Usai
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam acara Sosialisasi dan Pertemuan Lintas Kementerian terkait Aksi Nomor Induk Kependudukan (NIK) Stranas PK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
"Terkait pengurus perusahaan yang didaftarkan, ternyata dicek di lapangan, dia hanya seorang misalnya cleaning service atau ART. Dengan kata lain, betul mereka miskin, tetapi dipinjam namanya untuk dicatut sebagai komisaris atau pengurus perusahaan," ujar Alex, melansir CNNIndonesia.
Menurut dia, praktik dimaksud merupakan modus pencucian uang. Oleh karena itu, KPK, lanjut Alex, akan mendalami dugaan tindak pidana tersebut.
Baca Juga:
Pemprov DKI Jakarta Tunda Penyaluran Bansos Hingga Pilkada Serentak 2024 Selesai
"Kalau ada seperti itu dugaan kami di KPK, itu pasti untuk pencucian uang, model pencucian uang. Jadi, seolah-olah perusahaan itu dimiliki orang lain untuk menyamarkan hasil kejahatan. Nanti kita cross check," terang pimpinan KPK berlatar belakang hakim tipikor ini.
Sebelumnya, Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan mengungkapkan data 493 ribu warga penerima bansos salah sasaran, 23 ribu di antaranya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Yang terdaftar sebagai pengurus [perusahaan] yang Pak Alex bilang, itu 14 ribu orang. Yang 14 ribunya Bu Risma [Menteri Sosial] diberhentikan bansosnya," kata Pahala.