Ade mengaku, setelah dirinya membaca naskah RUU PDP, dia mempertanyakan sejauh mana RUU PDP melindungi data pribadi seorang pejabat atau tokoh publik.
Menurut Ade, ini menarik, lantaran dalam banyak kesempatan rekam jejak pejabat publik penting diketahui masyarakat secara luas.
Baca Juga:
RUU Perlindungan Data Pribadi Akan Segera Disahkan
Ade mencontohkan, informasi tokoh publik yang sedang mengikuti kontestasi politik Pemilu Legislatif.
Jika calon pernah mempunyai catatan buruk di masa lalunya, apakah catatan buruk itu tak bisa diakses oleh masyarakat.
"Sebab, Pasal 240 UU Pemilu mensyaratkan seorang eks terpidana untuk mendeklarasikan rekam jekam status hukumnya. Apabila pelindungan data pribadi justru menghalangi publik untuk mengetahui suatu informasi yang patut diketahuinya, maka hal tersebut justru bertentangan dengan Pasal 28-F UUD 1945," kata Ade.
Baca Juga:
Bongkar Rekam Jejak, Kenapa Bjorka Ganggu Indonesia?
Pasal itu berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Tak hanya itu, dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya” dan “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.
"Untuk itu, hak atas informasi publik juga penting dan bagian dari hak asasi manusia sehingga tidak boleh diabaikan serta harus dipenuhi pula oleh negara," kata dia.