"Maka dengan pasal dalam RUU PDP tersebut, jurnalis yang melaksanakan kerja jurnalistiknya akan dengan mudah dibatasi serta dikriminalisasi. Selain itu, penyusunan RUU PDP terbukti tidak mempertimbangkan aturan lain yang semestinya disinkronisasi agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan. Ini juga bukti konkrit pembahasan RUU PDP terlalu terburu-buru," kata dia.
Dia menyebut pentingnya peran pers sebenarnya telah mendapatkan penegasan dari berbagai negara, salah satunya dari Mahkamah Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (Inter-American Court of Human Rights) yang menyebut bahwa media massa-lah yang membuat pelaksanaan kebebasan berekspresi menjadi kenyataan karena pers punya tugas untuk menyebarluaskan informasi dan gagasan kepada masyarakat.
Baca Juga:
RUU Perlindungan Data Pribadi Akan Segera Disahkan
"Apabila hal ini tidak dijamin, maka pers tidak bisa memainkan peran sebagai kontrol sosial," kata dia.
Sementara Mahkamah Agung Jepang juga menyebut bahwa laporan yang dibuat oleh media tentang politik memberikan informasi yang dibutuhkan bagi masyarakat untuk membuat keputusan politik dan melayani hak masyarakat untuk menerima informasi.
Sehingga pers yang melaksanakan kerja-kerja jurnalistiknya harus sedapat mungkin dikecualikan dalam pengaturan mengenai data pribadi tersebut, guna untuk menjamin keterbukaan informasi publik serta kemerdekaan pers.
Baca Juga:
Bongkar Rekam Jejak, Kenapa Bjorka Ganggu Indonesia?
"Atas penjelasan di atas, maka LBH Pers, AJI Indonesia dan ICW mendesak pemerintah dan DPR untuk membuka partisipasi masyarakat secara bermakna dalam penyusunan serta pembahasan RUU PDP," kata dia. [gun]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.