WahanaNews.co, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia Daniel Yusmic Foekh mengatakan Mahkamah Konstitusi turut berkontribusi dalam mendesain pemilihan umum (pemilu) melalui berbagai putusan-nya.
"Secara tidak langsung, Mahkamah Konstitusi ikut berkontribusi dalam kaitan dengan desain pemilu melalui putusan-putusan-nya," ujar Daniel dalam webinar bertajuk, "Politik Hukum dan Pemilu: Implikasi Putusan MK terhadap Demokrasi", dipantau dari Jakarta, Jumat, (12/10/2024) melansir ANTARA.
Baca Juga:
Soal Upah Minimum Sektoral, Presiden Prabowo Arahkan Perumusan Pasca Putusan MK
Ia mencontohkan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan kepemiluan yang dinilai penting, seperti Putusan 114/PUU-XX/2022 yang menyatakan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.
Daniel menjelaskan, bila memaknai Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 dalam menentukan sistem pemilihan umum menutup ruang bagi pemilih untuk dapat menentukan pilihannya sehingga keterpilihan calon ditentukan sepenuhnya oleh partai politik, hal demikian akan mengingkari makna kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Dengan demikian, lanjut dia, sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilihan umum yang diinginkan oleh UUD 1945.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Sistem proporsional terbuka memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan calon legislatif yang dipilih," kata dia.
Selain terkait sistem kepemiluan, Daniel mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi juga pernah memulihkan hak pilih bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atau organisasi terlarang lainnya melalui putusannya, lebih tepatnya pada putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003.
Hal tersebut terkait dengan pengujian Pasal 60 huruf g Undang-Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Pasal tersebut menghalangi mereka yang selama ini dicap eks-PKI untuk memilih dan dipilih.