Mahkamah
berpendapat, hal ini justru menampakkan adanya inkonsistensi antar-regulasi
yang dibuat oleh KPU sendiri, yaitu PKPU 3/2019 dan PKPU 18/2020, yang jika
merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi maka regulasi yang dibenarkan
berkenaan dengan identitas diri adalah PKPU 18/2020.
"Dengan
demikian, berdasarkan fakta hukum dan pertimbangan hukum di atas, penggunaan KK
memang tidak dibenarkan, karena KK yang memuat data tentang susunan, hubungan,
dan jumlah anggota keluarga bukan merupakan alat bukti identitas diri yang
dilengkapi dengan foto dan informasi lengkap yang dapat menunjukkan identitas
seseorang secara akurat," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra saat membacakan
pertimbangan mahkamah.
Baca Juga:
PLN UID Jakarta Raya Pastikan Keamanan Listrik Selama Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK
Selanjutnya,
Mahkamah tidak membenarkan fakta hukum penggunaan KK sebagai identitas pemilih
bagi yang tidak membawa KTP-el serta tidak dapat menunjukkan Suket, yang
merujuk pada Surat Edaran Bawaslu RI Nomor S-0879K.Bawaslu/PM.00.00/12/2020
tentang Pelaksanaan Pengawasan Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pada
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan Tahun 2020, bertanggal 8 Desember 2020.
"Karena,
jika KK dijadikan sebagai salah satu dasar dalam membuktikan identitas diri
pemilih, sangat besar kemungkinan terjadi penyalahgunaan suara pemilih, karena
KK tersebut dapat digunakan oleh orang lain yang tidak berhak, karena tidak ada
foto dalam KK yang dapat diverifikasi kebenarannya bagi orang yang menggunakan
KK tersebut," papar Saldi.
Mahkamah juga
berpendapat, penggunaan KK masih membuka peluang dan potensi bagi pemilih yang
tidak berhak untuk menyalahgunakan KK tersebut.
Baca Juga:
Pembagian Bansos Hal Lumrah, Hakim MK: Tak Berhubungan dengan Perolehan Suara Paslon
Oleh karena
itu, Mahkamah menilai, proses pemungutan suara di TPS tersebut dilaksanakan
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga,
validitas perolehan suara pun tidak dapat dijamin kemurniannya.
Mahkamah juga
menilai, hal demikian telah mencederai asas Pemilihan Umum yang jujur dan adil,
sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.