Padahal, Djuhandani mengatakan sedari awal PT SHB tidak pernah terdaftar dalam program MBKM Kemendikbud Ristek ataupun sebagai perekrut tenaga kerja di Kementerian Ketegakerjaan (Kemnaker).
Dengan demikian, perusahaan tersebut seharusnya tidak bisa bekerja untuk merekrut dan mengirim pekerja migran Indonesia untuk bekerja dan juga magang di luar negeri.
Baca Juga:
Kasus Situs Judol Slot Jaringan China, Bareskrim Kembali Sita Aset Rp13,8 Miliar
"Pada saat pendaftaran korban juga dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150 ribu ke rekening atas nama Cvgen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan LOA kepada PT SHB," jelasnya.
Djuhandani mengatakan mereka berdalih pembayaran harus dilakukan lantaran korban sudah diterima agency runtime di Jerman.
Setelah LOA terbit, para korban juga masih diwajibkan membayar uang senilai 200 euro ke PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) sebagai persyaratan pembuatan visa.
Baca Juga:
Kenali Modusnya, Waspada Penipuan Online Baru di LinkedIn
Kemudian, korban juga dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
Setibanya di Jerman, para korban langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
"Dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa. Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," jelasnya.