Ketiga, Albert menekankan konteks kebijakan negara, di mana pengadaan barang bisa saja tidak memenuhi unsur melawan hukum materiil jika kebijakan itu justru bermanfaat bagi publik.
Ia menjelaskan, "Jika dalam pengadaan Chromebook itu negara sebenarnya tidak dirugikan, misalnya bisa dibuktikan bahwa sistem operasi Chromebook justru lebih menghemat anggaran karena tidak perlu ada tambahan lisensi, dan puluhan ribu sekolah penerima telah terlayani serta merasakan manfaatnya, maka sekali pun seluruh rumusan delik tipikor terpenuhi, yang bersangkutan tidak dapat dipidana."
Baca Juga:
Nilainya Triliunan Rupiah, KPK Didesak Bongkar Jejaring Korupsi Google Cloud di Era Nadiem Makarim
Albert menegaskan, penanganan kasus ini harus dilakukan hati-hati dan Kejaksaan Agung harus cermat dalam membuktikan dugaan korupsi.
Publik pun perlu menghormati proses hukum yang masih berjalan.
"Kita perlu untuk menghormati proses penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek 2019-2024 dengan tetap mengedepankan praduga tak bersalah atau presumption of innocence," kata Albert.
Baca Juga:
Dari Laptop hingga Birokrasi Kacau, Jimly Kritik Keras Gaya Kepemimpinan Nadiem
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook senilai Rp 1,98 triliun pada program digitalisasi pendidikan.
Pengumuman itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nurcahyo Jungkung Madyo pada Kamis (4/9/2025).
Kejaksaan menegaskan, Nadiem terlibat sejak awal dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat TIK pemerintah.