WahanaNews.co, Jakarta - Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni memastikan, tak ada aliran dana dari mantan Menteri Pertanian (Mentan) yang juga anggota Dewan Pakar Nasdem, Syahrul Yasin Limpo, yang mengalir ke partainya.
Sahroni hanya menyebutkan bahwa Syahrul memang menyumbang dana sebesar Rp 20 juta. Tetapi uang itu ditujukan ke Fraksi Nasdem, bukan partai.
Baca Juga:
Kasus Korupsi X-Ray Kementan: KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana Kepada SYL
“Aliran yang terkait dengan ke Fraksi Nasdem iya Rp 20 juta, tapi kalau ke partai enggak,” sebut Sahroni di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2023) malam, mengutip Kompas.
Uang Rp 20 juta yang diberikan Syahrul itu sebagai sumbangan bantuan bencana alam.
“Itu untuk bencana alam bantuan bencana alam. Anggota fraksi DPR RI memberikan bantuan macam-macam nilainya, tapi Pak SYL memberikan bantuan Rp 20 juta,” terangnya.
Baca Juga:
Terkait Korupsi Xray Kementan, KPK Periksa 2 Orang Pihak Swasta
Sahroni pun mengaku tak keberatan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengecek langsung transaksi keuangan partainya. Dia memastikan dan yakin, tak ada uang Syahrul yang mengalir ke Nasdem.
"Kalau ke partai juga enggak ada, saya juga Bendahara Umum Partai, tidak ada transaksi terkait dengan urusan personal, enggak ada," kata Sahroni dalam acara Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu (11/10/2023).
“Kita semua terlaporkan tidak mau menerima pada transferan personal, kita bekerja dengan uang yang memang sudah didapatkan dari negara," tuturnya.
Sebelumnya, Rabu (11/10/2023), KPK resmi mengumumkan Syahrul dan dua anak buahnya sebagai tersangka dugaan gratifikasi pemerasan dalam jabatan.
Dua anak buah Syahrul tersebut yakni, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Menurut KPK, Syahrul dan dua orang bawahannya diduga menerima uang hasil korupsi senilai Rp 13,9 miliar. Uang ini diperoleh melalui setoran yang diperas dari sejumlah pegawai negeri sipil (ASN) yang bekerja di Kementerian Pertanian.
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini disebut telah mengambil kebijakan pribadi dengan meminta ASN di lingkungan Kementerian Pertanian untuk memberikan setoran atau pungutan.
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, termasuk keluarganya.
KPK mengungkapkan bahwa proses pengumpulan setoran ini dilakukan oleh Kasdi dan Hatta, yang diduga mengambil uang tunai, melakukan transfer ke rekening bank, dan menerima pembayaran dalam bentuk barang dan jasa dari pegawai eselon I dan II di Kementerian Pertanian.
KPK juga menyebutkan bahwa besaran setoran ini telah ditentukan oleh Syahrul, dengan kisaran sekitar 4.000 hingga 10.000 dolar Amerika Serikat (AS).
Uang yang diduga berasal dari tindakan korupsi ini diperoleh dari penggelembungan realisasi anggaran di Kementerian Pertanian serta dari vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian tersebut.
Dalam kasus ini KPK menjerat Syahrul, Hatta, dan Kasdi dengan tiga pasal yakni Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]