WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal proyek jalan ratusan miliar di Sumatra Utara semakin panas, kini menyeret tiga jaksa senior ke meja pemeriksaan KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Idianto, yang per Juli 2025 menjabat Sekretaris Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, bersama Kepala Kejaksaan Negeri Mandailing Natal, Muhammad Iqbal, dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Mandailing Natal, Gomgoman Haloman Simbolon.
Baca Juga:
Melihat Nasib Konsumen di HUT RI ke-80: Belum Merdeka
"Sudah kami minta keterangan," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Sabtu (16/8/2025).
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Kejaksaan Agung, berkolaborasi dengan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). KPK menelusuri dugaan tindak pidana korupsi, sementara Jamwas menyelidiki potensi pelanggaran etik oleh para jaksa.
Idianto adalah pejabat Kejaksaan Agung RI golongan Eselon II yang lahir di Desa Cuko Enau Padang Guci, Kabupaten Kaur, Bengkulu, berpendidikan sarjana dan magister hukum.
Baca Juga:
KPK Geledah Rumah Eks Menag Yaqut, Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun
Ia pernah menjabat Kajati Sumut, Kajati Bali, Wakajati Lampung, Kajari Pekanbaru, Asintel Kejati Sumut, hingga Direktur Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara Kejagung sebelum dilantik sebagai Sekretaris Badan Pemulihan Aset pada 4 Juli 2025.
Muhammad Iqbal lahir di Medan pada 17 September 1980, berkarier sebagai Kasi Penyidikan Kejati Riau (2020), Kajari Gorontalo (2024), dan kini Kajari Mandailing Natal (2025).
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan yang membongkar dugaan suap untuk memenangkan proyek pembangunan dan preservasi jalan senilai sedikitnya Rp231,8 miliar di Sumatra Utara. Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, diduga dijanjikan fee Rp8 miliar oleh pihak kontraktor.
KPK telah menetapkan lima tersangka. Dari pihak pemberi adalah Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup, M. Akhirun Efendi Siregar, dan Direktur PT Rona Na Mora, M. Rayhan Dulasmi Pilang, yang dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Pihak penerima adalah Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting; Kepala UPTD Gn. Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap PPK, Rasuli Efendi Siregar; dan PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto, dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor.
Dalam OTT tersebut, penyidik menemukan uang tunai Rp2 miliar yang disiapkan Akhirun dan Rayhan untuk dibagikan kepada pejabat yang membantu memuluskan proyek. Peran tiga jaksa yang baru diperiksa masih terus didalami KPK.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]