Mereka membantah bahwa Abral adalah anggota OPM dan menyebutnya sebagai warga biasa yang justru aktif membantu aparat, terutama dalam pembangunan kembali lapangan terbang di Yuguru.
"Justru sebaliknya, almarhum dikenal aktif membantu aparat dalam pembangunan kembali lapangan terbang Yuguru, demi memfasilitasi mobilitas masyarakat," tulis Koalisi dalam keterangannya.
Baca Juga:
Terungkap! Penembakan Ketua Komnas HAM Papua Didalangi KSB Manuel Muuk
Koalisi menduga kuat Abral mengalami penyiksaan sebelum tewas. Mereka menyebut Abral ditangkap tanpa bukti pada 22 Maret 2025, dan tiga hari kemudian ditemukan dalam kondisi penuh luka dan tanda-tanda kekerasan ekstrem.
"Koalisi menduga kuat bahwa Abral menjadi korban penyiksaan berat sebelum akhirnya dibunuh. Ironisnya, sebelumnya aparat TNI menyampaikan kepada keluarga bahwa Abral akan dipulangkan dalam keadaan hidup, namun kemudian menyebarkan narasi menyesatkan bahwa korban melarikan diri," bunyi pernyataan tersebut.
Pada 13 Juni, Koalisi Masyarakat Sipil dan Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) menggelar audiensi dengan Komnas HAM untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM berat.
Baca Juga:
Yan Mandenas Minta Masyarakat Laporkan Oknum Aparat yang Bekingi Tambang Ilegal di Seluruh Papua
"Hak korban untuk hidup, tidak disiksa, dan hak untuk merasa aman jelas-jelas dilanggar. Begitu pula hak korban untuk mendapat pendampingan hukum ketika ditangkap juga diabaikan begitu saja oleh aparat yang menangkapnya," ujar Koalisi.
Kematian Abral kini menjadi sorotan nasional dan internasional.
Tekanan terhadap pemerintah dan militer Indonesia kian meningkat untuk membuka investigasi menyeluruh dan transparan terkait dugaan pelanggaran berat di wilayah konflik Papua.