Lebih lanjut, Dharen menyoroti adanya putusan pengadilan yang sudah membatalkan sertifikat hak milik tersebut, namun sertifikat tersebut masih tetap berlaku.
"Ini berdasarkan surat rekomendasi lurah pada tahun 2020. Saat ini, sertifikat hak milik atas tanah tersebut terdaftar pada Januari 2020," tambahnya.
Baca Juga:
BPN Kota Depok Mediasi Sengketa Lelang Lahan Achmadi dengan BPR Olympindo Sejahtera
Dharen menilai kelalaian dan ketidaktegasan aparat terkait menjadi penyebab permasalahan ini terus berlangsung.
"Jangan sampai kalian bilang mafia tanah lahir di kantor polisi. Mafia tanah mayoritas justru lahir dari para lurah, kepala desa, yang didukung oleh aparat-aparat di sekitarnya. Tidak ada mafia tanah lahir di kantor polisi jika tidak dimulai dari kelurahan dan desa," tegas Dharen.
Dharen juga mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan sebuah kelompok yang diduga saling berputar-putar menjual tanah di antara mereka sendiri.
Baca Juga:
BPN Serahkan Sertifikat Tanah Milik Pemkab Padang Lawas Utara
"ES ini adalah bagian dari permainan mereka, seperti para developer yang seolah-olah menjadi orang yang terzalimi. Permainan-permainan ini sudah terlalu jauh," ungkapnya dengan kecewa.
Dalam upaya untuk mendapatkan keadilan bagi Shinta, yang kini sudah berusia 84 tahun, Dharen melanjutkan jalur hukum dengan menemui kepala kantor BPN Jawa Tengah.
Jika upaya di tingkat Jawa Tengah tidak membuahkan hasil, ia berencana untuk membawa masalah ini ke tingkat menteri, bahkan ke presiden.