WahanaNews.co, Jakarta - Seseorang yang diduga merupakan anggota TNI menantang Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah konflik di Papua.
Jika tantangan tersebut diterima, prajurit tersebut menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan seluruh gajinya sepanjang hidup kepada mahasiswa yang menerima tantangan tersebut.
Baca Juga:
Soal Pengakuan Ketua Bem UI di Intimidasi Dibantah Polisi Sampai Pangdam
Tantangan yang diajukan oleh anggota TNI tersebut kemudian menjadi viral, bahkan menjadi topik trending di platform X (Twitter).
Sebelumnya, melalui akun Instagram resmi @bemui_official, BEM UI telah mengkritik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Postingan tersebut berjudul "TNI Aniaya Sipil, Hentikan Pelanggaran HAM di Papua!" yang diunggah pada Selasa, 26 Maret 2024.
Dalam postingan tersebut, BEM UI merujuk pada video yang beredar beberapa waktu lalu yang menunjukkan dugaan penganiayaan oleh TNI terhadap warga Papua.
Baca Juga:
Sah! Nauval Sayyid Akbar Nahkodai Presiden Mahasiswa UIA
Mereka juga memaparkan fakta-fakta mengenai kekerasan di Papua dan mencantumkan sumber referensinya.
BEM UI menyatakan bahwa kasus tersebut bukanlah yang pertama kali terjadi, dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat sering terjadi di wilayah tersebut, serta terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Menurut BEM UI, hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran HAM.
“Beredarnya video yang menayangkan tindakan penganiayaan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap warga di Papua telah menggemparkan publik. Kasus tersebut bukan satu-satunya, data menunjukkan tingginya tingkat pelanggaran HAM mencakup kekerasan aparat terhadap sipil di Papua beberapa tahun terakhir. Kondisi ini jelas-jelas telah melanggar kewajiban negara dalam menegakkan HAM yang termaktub dalam konstitusi dan undang-undang," tulis BEM UI dalam keterangan postingan.
“Oleh karena itu, sudah semestinya Indonesia sungguh-sungguh menyikapi pelanggaran HAM di Papua dengan mengadakan investigasi menyeluruh dan memastikan berjalannya proses hukum yang adil dan transparan. Pemerintah juga harus mengutamakan pendekatan dialog dalam merespons aspirasi masyarakat, bukan pendekatan kekerasan yang melanggengkan pelanggaran HAM!" demikian keterangan kelanjutannya.
Respons Prajurit TNI
Unggahan BEM UI ini rupanya membuat personel TNI dan Polri yang bertugas melawan pasukan KKB kesal.
Melalui media sosial TikTok seorang prajurit TNI mengatakan, jika berani BEM UI ditunggu KKN di distrik Okbab, Papua.
"Buat kau abang-abang UI sipaling nasionalisme ditunggu KKN-nya di Distrik Okbab," tulis akun @.fh3_.
Akun tersebut kemudian menyinggung pelanggaran HAM yang diduga dilakukan TNI, tidaklah benar.
"Salam HAM. Minimal sekali seumur hidup BEM UI ngerasain KKN di Papua Pegunungan," tulis akun tersebut.
Akun yang diduga kuat milik anggota TNI itu berjanji jika BEM UI bersedia KKN di Papua, gajinya seumur hidup akan disumbangkan.
"Saya berjanji dan bersumpah, jika BEM UI mampu untuk melaksanakan KKN di wilayah KKB, maka saya akan sumbangkan gaji saya sampai pensiun," tulis akun tersebut, seperti dilansir Tribunmedan.
Youtuber Minta BEM UI Terima Permintaan Anggota TNI
Sementara itu, seorang Youtuber Indonesia, Bobon Santoso, menantang BEM UI untuk menerima tantangan dari anggota TNI melaksanakan KKN di desa KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata).
Selain itu juga, Bobon Santoso memberikan enam syarat untuk BEM UI jika ingin melakukan KKN di Papua, yakni:
Lokasi dari kita yang tentukan.
Tidak boleh ada pengawalan sama sekali, kalo mau bawa senjata bela diri silahkan..
1 kelompok KKN maksimal 6 orang.
Wajib berkemah minimal 3 malam di lokasi yang telah ditentukan.
Menulis surat pernyataan bahwa dengan sadar, sukarela dan bla bla bla atas resikonya sendiri.
Monggo.... semangat adiks.
TNI Siksa Anggota KKB
TNI mengakui kesalahan atas penyiksaan terhadap anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Defianus Kogoya.
TNI juga mengakui keterlibatan sejumlah prajurit Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Braja Wijaya atas penyiksaan yang videonya tersebar luas di media sosial tersebut.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan bahwa setiap prajurit, terlebih Satuan Tugas (Satgas) Pengamanan Perbatasan (Pamtas) seperti Yonif Raider 300/Braja Wijaya, telah dibekali Standar Operasional Prosedur (SOP), Rules of Engagement (ROE) hingga hukum humaniter.
“Inilah yang kami sayangkan bahwa TNI atau TNI AD tidak pernah mengajarkan, tidak pernah mengiyakan tindakan kekerasan dalam memintai keterangan. Ini adalah pelanggaran hukum dan kita akan tindak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Kristomei saat konferensi pers di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).
Senada dengan Kadispenad, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan bahwa tindakan penganiayaan itu tidak dibenarkan.
“Jadi perlu ditegaskan lagi, saya tegaskan dan kami tegaskan, kami tidak pernah ada SOP untuk tindakan kekerasan,” kata Gumilar.
TNI juga meminta maaf atas penyiksaan itu dan berjanji mengevaluasi prosedur. Lebih lanjut Polisi Militer (POM) TNI menetapkan 13 prajurit Yonif Raider 300/Braja Wijaya sebagai tersangka atas penyiksaan tersebut.
Jumlah tersangka itu masih bisa bertambah atau berkurang.
Saat ini, para tersangka ditahan di Instalansi Tahanan Militer Maximum Security Polisi Militer Kodam (Pomdam) III/Siliwangi.
Diketahui, Yonif Raider 300/Braja Wijaya merupakan Satgas Pamtas yang bermarkas di Cianjur, Jawa Barat dan dilepas untuk operasi di Papua pada April 2023.
Kronologi penganiayaan
Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Izak Pangemanan mengatakan bahwa Defianus Kogoya merupakan salah satu pelaku pembakaran puskesmas di Distrik Omukima, Puncak, Papua Tengah, pada 3 Februari 2024 lalu.
“Karena puskesmas ini dibutuhkan oleh masyarakat untuk melayani kesehatan di sana. Jangan dibakar.
Sehingga ketika kami mengamankan (Puskesmas) itu, mereka menembak pasukan kita, sehingga terjadi kontak tembak,” ujar Izak saat konferensi pers di Subden Denma Mabes TNI, belum lama ini.
Setelah kontak tembak itu, aparat TNI-Polri mengejar para pelaku. Kemudian tertangkap tiga orang, yakni Warinus Kogoya, Alianus Murip, dan Defianus Kogoya.
Aparat juga menyita barang bukti seperti senjata api, beberapa butir amunisi, senapan angin, hingga senjata tajam.
Ketiga pelaku kemudian dibawa ke kepolisian resor (Polres) setempat.
Namun, di tengah jalan, Warinus Kogoya loncat dari mobil hingga tewas.
“Tetapi, di jalan satu orang loncat dari mobil yaitu Warinus Kogoya. Warinus ini DPO (daftar pencarian orang) Polres Puncak yang beberapa kali melakukan penyerangan di daerah Puncak Ilaga,” kata Izak.
Sementara itu, lanjut Izak, Defianus Kogoya sempat mencoba melarikan diri ketika dibawa ke polres.
“Tetapi ada pasukan yang menutup di Gome yang menangkap dia, dia (Defianus) ini juga satu kelompok (dengan Warianus). Di sinilah mereka (prajurit TNI) melakukan penganiayaan,” ujar Izak.
Sementara itu, Kristomei mengatakan bahwa penyiksaan itu terjadi pada 3 Februari, dan videonya baru diunggah pada Kamis (21/3/2024).
Kristomei juga mengatakan bahwa Defianus telah dilepas oleh Polres Puncak.
“Dari Polres, diserahkan lagi kepada keluarganya pada 6 Februari (2024). Kenapa? Ya tanya Polres,” ujar Kristomei.
“Ya kami hanya membantu kepolisian dalam penegakan hukum. Begitu ketangkap serahkan ke Polres. Setelah itu prosedur Polres,” kata Kristomei.
Bentuk tim investigasi
TNI dalam hal ini Polisi Militer (Pom) TNI AD dan Pomdam III/Siliwangi membentuk tim investigasi untuk menelusuri kasus tersebut.
“Pom TNI AD dibantu oleh Pomdam III/Siliwangi melakukan investigasi tentang keterkaitan oknum-oknum prajurit TNI yang terlibat secara langsung dalam tindak kekerasan ini,” ujar Kristomei.
Kadispenad juga mengatakan bahwa Pom TNI AD dan Pomdam III/Siliwangi masih menelusuri motif penganiayaan itu.
“Nantinya akan kami cek lebih lanjut, apakah ini atas inisiatif pribadi atau memang ada perintah dari atasannya untuk melakukan itu.
Nanti kita lihat bagaimana keterkaitan atau hubungan sebab akibatnya kenapa dia sampai melakukan itu,” kata Kristomei.
Kristomei mengatakan, pemeriksaan itu nanti akan menentukan jenis hukuman terhadap para prajurit.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto juga memerintahkan Panglima TNI Agus Subiyanto agar jajarannya untuk membentuk tim investigasi.
Hadi pun langsung memanggil Agus begitu mendengar kabar penyiksaan oleh prajurit TNI itu.
“Kemudian kalau memang terbukti segera dilakukan tindakan hukum, sesuai dengan aksi yang dibuat oleh prajurit tersebut,” ujar Hadi di Kantor Kemenko Polhukam, Senin.
Sementara itu, Izak Pangemanan menyebutkan bahwa aksi penganiayaan ini mencoreng upaya penanganan konflik di Papua.
“Kami akan memberikan keadilan yang seadil-adilnya kepada masyarakat Papua, proses hukum bisa diakses oleh siapa pun, silakan diakses, kami akan berikan aksesnya,” tutur Pangdam Cenderawasih.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]