WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa sejumlah oknum dari organisasi masyarakat GRIB Jaya diduga menyewakan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, pada para pedagang.
"Mereka melakukan penguasaan lahan tanpa hak milik BMKG. Kemudian memberikan izin kepada beberapa pihak, ada pengusaha pecel lele, kemudian pengusaha pedagang hewan kurban, itu dipungut secara liar," kata Ade Ary saat ditemui di lokasi pada Sabtu (24/5/2025).
Baca Juga:
GRIB Jaya Bantah Minta Rp5 Miliar dalam Sengketa Lahan BMKG
Menurutnya, seorang pedagang pecel lele yang berjualan di lahan BMKG itu dipungut biaya sebesar Rp3,5 juta per bulan.
Sedangkan pedagang hewan kurban bahkan diminta membayar lebih tinggi.
"Pengusaha pedagang hewan kurban itu telah dipungut Rp22 juta," lanjutnya.
Baca Juga:
Ormas Minta Rp 5 Miliar untuk Tinggalkan Lahan BMKG, Ahmad Muzani: Gangguan Serius
Ade Ary menyebutkan bahwa uang hasil pungutan tersebut langsung dikirim ke oknum pimpinan GRIB Jaya yang berada di wilayah itu.
"Jadi dua korban ini langsung mentransfer kepada oknum anggota ormas Saudara Y. Saudara Y ini adalah ketua DPC Ormas GJ Tangsel," ujarnya.
Sebelumnya, BMKG telah melaporkan dugaan pendudukan lahan negara oleh ormas tersebut ke Polda Metro Jaya.
Dalam laporan resminya, BMKG menyebut bahwa organisasi itu menempati tanah negara dan bahkan sempat meminta kompensasi sebesar Rp5 miliar untuk menarik massa dari lokasi.
"BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap ormas yang tanpa hak menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG," ujar Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, Kamis (22/5/2025).
Lahan yang disengketakan seluas 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektare.
Tanah itu merupakan aset negara yang sah berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003 dan telah dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2000 serta sejumlah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap lainnya.
Namun, sejak proyek pembangunan Gedung Arsip BMKG dimulai pada November 2023, kegiatan konstruksi terusik oleh sekelompok orang yang mengklaim sebagai ahli waris.
Mereka didukung oleh massa ormas dan memaksa penghentian proyek, menarik alat berat dari lokasi, serta menutupi papan proyek dengan klaim tanah milik pribadi.
Lebih lanjut, ormas tersebut bahkan mendirikan pos penjagaan dan menempatkan anggotanya secara permanen di atas lahan BMKG.
Sebagian area dilaporkan telah disewakan ke pihak ketiga, dan berdiri sejumlah bangunan semipermanen di sana.
Meski telah memiliki dasar hukum yang kuat atas kepemilikan lahan tersebut, BMKG masih terus mencoba menyelesaikan konflik ini dengan pendekatan persuasif.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]