WahanaNews.co | Beberapa indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit Kementerian Pertahanan (Kemenhan) disebut tidak terencana dengan baik.
Pandangan ini dilontarkan oleh Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah.
Baca Juga:
Prabowo Pastikan 500 Komcad Baru Siap Amankan IKN
“Sekarang yang menjadi masalah dalam proses tersebut kami telah menemukan ada beberapa perbuatan melawan hukum, yaitu salah satunya bahwa proyek ini tidak direncanakan dengan baik,” kata Jampidsus Febrie, di Kejaksaan Agung, Jumat (14/1/2022).
Selain tidak direncanakan dengan baik, Febrie menyebutkan saat kontrak dilakukan anggaran untuk menyewa satelit tersebut belum tersedia dalam daftar isian pelaksana anggaran (DIPA) Kemenhan tahun 2015.
“Kemudian dalam prosesnya pun ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited (Avanti),” kata Febrie.
Baca Juga:
2 Unit Kapal Selam Prancis Resmi Dibeli RI, Produksinya di Surabaya
Temuan lainnya, kata Febrie, seharusnya penyewaan satelit tersebut tidak perlu dilakukan karena dalam ketentuan saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu tiga tahun slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) tersebut dapat digunakan.
Hal itu berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit.
Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.
“Jadi masih ada tenggang waktu. Tapi dilakukan penyewaan sehingga di sini kita lihat ada perbuatan melawan hukum,” kata Febrie.
Febrie juga mengungkapkan, satelit yang disewa ternyata tidak dapat berfungsi dan spesifikasinya tidak sama dengan satelit yang lama.
Dalam perkara ini, Febri mengatakan penyidik menemukan kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diperkirakan sekitar Rp 500 miliar lebih.
“Selain itu ada potensi karena kami sedang digugat di Arbitrase sebesar US$20 juta,” kata Febrie.
Penyidik Jampidsus sudah melakukan ekspose, seluruh peserta ekspose menyatakan bahwa alat bukti sudah cukup kuat untuk dilakukan penyidikan, sehingga surat perintah penyidikan diterbitkan tanggal 14 Januari 2022.
“Jadi kita sudah lakukan penyidikan dan ini jadi prioritas penyelesaian bagi kita,” ujar mantan Direktur Penyidikan JAMPidsus tersebut.
Febrie menambahkan, perkara ini penyidik Jampidsus melibatkan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) sebagai penyelesaian perkara koneksitas mengingat karena proyek tersebut melibatkan Kemhan.
“Tentu ada saksi-saksi juga yang kita periksa dari rekan-rekan TNI. Oleh karena itu Jampidmil hadir dengan kepentingannya apabila ke depan dari hasil penyidikan ini kita lakukan gelar bersama dalam menentukan mana pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,” kata Febrie. [rin]