"Jika tidak diundang ke acara, tidak usah lah datang. Dan jika mau jadi Pengacara tidak harus teriak-teriak, apalagi sampe makan saja harus dibayarin orang lain," ujar Arnol.
"Saya berharap kepada Kapolda dan Dirkrimum Metro Jaya segera memproses Laporan ini, karena pistol aparat kepolisian dipaksa ambil oleh sipil. Dan pelurunya tidak dikembalikan, sangat merusak citra kepolisian," kata Arnol kepada WahanaNews.co usai membuat laporan di Polda Metro Jaya, Jumat (22/4/22) lalu.
Baca Juga:
Razman Arif Nasution Soroti Putusan Bebas Pegi Setiawan, Bakal Laporkan Hakim Eman
Diperkirakan, Razman Nasution dkk berjumlah 15 orang, yang terdiri dari Razman, Inda Maha, Ima Syahatta, Yenfy, Marvel Taslim, Yoga, Husein Anies, Ferry, Hendy, Sekretarisnya Ida Lubis (yang mengambil peluru), Asisten Razman 3 orang, Istri Razman (Ade Suryani) dan Tejun Khian Tjahjadi/Johan berada di Lobby C, ikut menyaksikan.
Diketahui, surat pengaduan tersebut ditandangani oleh 10 orang. Antara lain, Taty, Mintjel, Denny, Reny, Dewi, Lily Agae, Tek Ai, Soeyanti, Bona, dan Jasmine.
Pendapat Akademisi soal Penguasaan Peluru Polisi
Baca Juga:
Debat Panas, Hotman Paris Bantah Razman soal Perbandingan Kasus Vina dan Sambo
Kasus dugaan penganiayaan anggota kepolisian yang diduga dilakukan Pengacara Razman Nasution semakin mencuat setelah ia mengakui penguasaan 2 peluru.
Menanggapi hal ini Prof Dr Mompang L Panggabean, S.H., M.Hum, Dosen Universitas Kristen Indonesia (UKI) menjelaskan alternatif sanksi pidana yang dapat menjerat Razman pada kasus tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No 12 Darurat Tahun 1951 disebutkan: “Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”