WahanaNews.co | Relawan Jokowi bernama Pro Jokowi (Projo) dan Jokowi Mania (Joman) berbeda pandangan terkait wacana Jokowi bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024.
Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi mengatakan konstitusi membuka kesempatan Presiden Joko Widodo mencalonkan diri sebagai wakil presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Budi menilai wacana Prabowo-Jokowi untuk Pilpres 2024 sah-sah saja. Menurutnya, hal itu sebagai aspirasi masyarakat.
"Konstitusi mengizinkan. Politik kan soal seni kemungkinan. Wacana ini sah-sah saja. Yang namanya aspirasi masyarakat tidak bisa dilarang. Soal terwujud atau tidak itu kan banyak variabelnya," kata Budi melalui keterangan tertulis, Kamis (15/9).
Menurut Budi, Jokowi dan Prabowo adalah dua sosok pemimpin yang berkomitmen memajukan negara. Prabowo dan Jokowi juga dinilai punya keinginan kuat menyejahterakan rakyat.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Di sisi lain, Ketua Umum Joman Immanuel Ebenezer menolak wacana tersebut.
Ia menilai hal tersebut menghina demokrasi dan Jokowi sendiri. Immanuel lebih memilih Jokowi mendukung politikus yang berseberangan untuk menjadi capres pada 2024.
"Lebih terhormat Pak Jokowi mendukung Anies Baswedan daripada dia jadi wapres. Lebih terhormat Jokowi mendukung Habib Rizieq daripada dia tiga periode," ujar Immanuel saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (15/9).
Immanuel mengungkapkan alasan pihaknya menolak wacana itu karena bertentangan dengan konstitusi. Ia mengingatkan salah satu amanat reformasi adalah pembatasan masa jabatan eksekutif.
Ia mengaku yakin bahwa pihak-pihak yang menggulirkan wacana tersebut ingin menjerumuskan dan mempermalukan Jokowi.
Wacana soal Jokowi menjadi cawapres bergulir usai Mahkamah Konstitusi (MK) membuka kemungkinan akan hal itu.
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan ketentuan di UUD 1945 mengatur batasan pencapresan dua periode. Namun, tak ada batasan mantan presiden mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
"Kalau itu secara normatif boleh saja. Tidak ada larangan, tapi urusannya jadi soal etika politik saja menurut saya," ucap Fajar saat, dilansir dari CNNIndonesia.com.
Berbeda dengan Ketua MK pertama periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie yang mengatakan Jokowi tak memenuhi syarat untuk menjadi Cawapres 2024.
"Iya, tidak bisa jadi cawapres baik dari segi hukum maupun etika," ujar Jimly saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Kamis (15/9).
Menurut Jimly, Pasal 7 UUD 1945 tidak boleh hanya dibaca secara harfiah melainkan mesti dibaca secara sistematis dan kontekstual.
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan." demikian bunyi Pasal 7 UUD 1945.
"Hanya untuk satu kali masa jabatan," tegas Jimly.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai wacana itu sebagai bentuk kemunduran bagi demokrasi dan sangat merendahkan martabat rakyat
"Gagasan yang menyuarakan agar mantan presiden bisa maju sebagai wakil presiden, selain merendahkan kredibilitas mantan presiden, juga merupakan sikap yang merendahkan martabat rakyat Indonesia," kata Titi.
Titi menjelaskan wacana Jokowi jadi cawapres bertentangan dengan konstitusi. Ia mengatakan jabatan wakil presiden tidak dapat dilepaskan dari presiden.
Lebih lanjut, ia menyebut wakil presiden memiliki kemungkinan menggantikan presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya.
Sedangkan, terdapat ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua periode dan Jokowi dalam hal ini sudah dua kali menjabat presiden. [qnt]