Kasus ini menjadi pintu masuk bagi dugaan suap dan praktik korupsi yang lebih besar. Zarof Ricar, mantan Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil MA, akhirnya duduk di kursi terdakwa dalam sidang Tipikor Jakarta Pusat atas dakwaan pemufakatan jahat memberi suap senilai Rp5 miliar kepada Ketua Majelis Kasasi MA, Hakim Agung Soesilo.
Tujuannya: mempengaruhi putusan perkara kasasi Ronald Tannur, pengacara yang didakwa membunuh Dini Sera Afriyanti.
Baca Juga:
Suparta Terdakwa Kasus Timah Rp300 Triliun Meninggal di RSUD Cibinong
Namun vonis Mahkamah Agung malah menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Tannur pada 22 Oktober 2024, dengan perbedaan pendapat dari ketua majelis sendiri, Soesilo, yang menilai Tannur tak memiliki niat membunuh.
Saat bersaksi untuk terdakwa Lisa Rachmat, pengacara Tannur, Zarof membuat pengakuan mencengangkan: ia menerima Rp50 miliar dari pihak Sugar Group Company demi "mengamankan" perkara gugatan perdata mereka.
"Yang paling besar itu dari Marubeni, ya, perkara itu. Saya terima sekitar Rp50 miliar," ungkap Zarof di persidangan pada Rabu, 7 Mei 2025.
Baca Juga:
Mahkamah Agung Blokir Kebijakan Trump Deportasi Migran Venezuela Tanpa Proses Hukum
Jaksa menggali lebih dalam. Uang itu, kata Zarof, dimaksudkan agar Sugar Group dimenangkan. Ia bahkan mengakui telah mengakses informasi dan mempelajari berkas perkara secara tidak sah—menyalahgunakan jabatannya sebagai kepala badan MA untuk mengatur peta keputusan pengadilan.
Tak hanya soal Marubeni, penyidik mengungkap bahwa Zarof juga menerima gratifikasi lain dalam bentuk uang sebesar Rp915 miliar dan logam mulia seberat 51 kilogram dari berbagai pihak yang memiliki perkara di MA—baik di tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus kemudian menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Berdasarkan Sprindik tertanggal 10 April 2025, sejumlah aset milik Zarof telah diblokir karena diduga berasal dari hasil korupsi besar-besaran.