WahanaNews.co | Penunjukan Muhammad Romahurmuziy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP menuai kritikan dari internal. Jabatan itu dinilai tak layak lantaran Romy, sapaan akrab Romahurmuziy, baru saja menyelesaikan hukuman pidana atas kasus korupsi.
Wakil Ketua Majelis Pakar PPP Anwar Sanusi mengatakan, Romy memang sudah menjalani hukuman atas kasus hukum yang menjeratnya. Secara aturan, mantan Ketua Umum PPP itu juga diperbolehkan kembali berpolitik.
Baca Juga:
Anies Gagal Maju Pilkada Jakarta, RK-Suswono Resmi Didukung 15 Partai
"Persidangan itu tuntutan jaksa di bawah lima tahun, jadi kalau menurut KUHP memang kalau di bawah 5 tahun itu istilahnya bisa kembali ke politik. Ditambah lagi memang kemudian dia mengajukan banding kan diputuskan satu tahun lebih, potong kurungan bulan puasa sudah lepas karena sudah menjalani hukuman," kata Anwar saat dihubungi, Senin (2/1/2023).
Majelis hakim dalam putusannya juga tidak tidak mencabut hak politik Romy, sehingga pintu kembali ke dunia politik sangat terbuka. Secara yuridis formal, Romy masih berhak menjadi pengurus parpol, calon legislatif (caleg), atau jabatan politik lainnya.
"Kalau bicara hukum positif memang dia aman," katanya.
Baca Juga:
PKS Anggap Wajar Pembagian Jabatan Komisaris untuk Partai Pemenang Pilpres
Namun yang menjadi persoalan, kata Anwar, Romy menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP menggantikan Muhammad Mardiono, yang kini menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketum PPP. Sebagai politikus senior PPP, Anwar tidak setuju karena ada pelanggaran etika, sehingga Romy tidak layak mengemban jabatan tersebut.
"Kami senior boleh dibilang, saya masuk PPP 1982. Jadi kami melihat secara etika politik saya tidak setuju atau melanggar etika politik. Kurang wajarlah, kalau beliau menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan. Jadi sependapat kalau ada yang mengatakan bahwa kalau secara etika politik ya beliau enggak layak," kata Anwar.
Terkait alasan Romy memiliki potensi membesarkan PPP, Anwar tidak menampiknya. Namun Romy telah tersangkut kasus korupsi, sehingga secara etika tidak layak mengemban jabatan MPP. Sebagai ketua nantinya Romy akan dimintai pertimbangan dalam berbagai keputusan partai.
"Tapi kalau orang sudah terlibat sekecil apa pun dalam bidang korupsi, secara etika politik belum layak. Apalagi langsung menjadi ketua MPP karena MPP kan Majelis Pertimbangan Partai. Yang diminta nasehatnya diminta sarannya diminta pertimbangannya," katanya. [eta]