WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook menyeret mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka.
Kejaksaan Agung memastikan peran Nadiem tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sejumlah pejabat dan eks staf khusus yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, dengan total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun.
Baca Juga:
Hotman Sebut Nasib Nadiem Sama dengan Lembong
Penetapan Nadiem sebagai tersangka diumumkan langsung oleh Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
“Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM (Nadiem Makarim),” ujar Anang. Usai pemeriksaan, Nadiem ditahan dan keluar dengan tangan diborgol, mengenakan rompi tahanan berwarna pink.
Dalam pernyataannya, Nadiem bersikeras tidak terlibat dalam praktik korupsi tersebut. Ia menegaskan hidupnya menjunjung integritas.
Baca Juga:
Hotman Paris: Nadiem Makarim Tidak Pernah Terima Uang dari Proyek Laptop Rp9,3 Triliun
“Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar. Allah akan mengetahui kebenaran,” katanya lantang.
Ia juga menambahkan, “Bagi saya seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran adalah nomor satu. Allah akan melindungi saya Insyaallah.”
Kejagung sebelumnya telah menetapkan empat tersangka lain. Mereka adalah Sri Wahyuningsih (SW), Direktur Sekolah Dasar Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2020–2021, yang diduga berperan dalam pengaturan teknis proyek.
Lalu Mulyatsyah (MUL), Direktur SMP Kemendikbudristek tahun 2020, yang disebut terlibat dalam memuluskan jalannya proyek.
Kemudian ada Ibrahim Arief (IBAM), konsultan perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, yang diduga mengatur skema teknis untuk pengadaan.
Serta Jurist Tan (JT/JS), mantan staf khusus Mendikbudristek era Nadiem, yang disebut turut berperan dalam memberikan akses dan rekomendasi untuk melancarkan praktik tersebut.
Hingga kini, penyidik masih menunggu hasil final perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP.
Namun nilai sementaranya telah mencapai Rp 1,98 triliun, menjadikan kasus ini salah satu skandal terbesar di sektor pendidikan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]