WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal hukum yang menyeret eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, akhirnya berujung pada vonis berat.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara kepada Zarof, yang dinyatakan bersalah dalam kasus pemufakatan jahat untuk mempengaruhi putusan kasasi terdakwa pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
Baca Juga:
Rp915 Miliar dan 51 Kg Emas: Rahasia Kotor di Balik Mafia Hukum Sugar Group
Tak hanya itu, Zarof juga terbukti menerima gratifikasi dalam jumlah fantastis: uang tunai senilai Rp915 miliar dan logam mulia emas seberat 51 kilogram.
"Karena satu, tidak ada sumber penghasilan sah yang dapat menjelaskan kepemilikan aset berupa uang tunai dari berbagai mata uang asing yang setara Rp915 miliar dan emas logam mulia 51 kilogram bagi seorang PNS," ujar Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti saat membacakan putusan pada Rabu, 18 Juni 2025.
Majelis hakim memutuskan seluruh aset hasil gratifikasi tersebut dirampas untuk negara karena Zarof gagal membuktikan bahwa kekayaannya diperoleh dari warisan atau penghasilan sah.
Baca Juga:
Terkait Perkara Sugar Group & Marubeni, Zarof Akui Terima Rp50 Miliar
Tak hanya uang dan emas, dalam rumah Zarof juga ditemukan catatan-catatan yang mengarah pada penanganan perkara tertentu, memperkuat dugaan bahwa kekayaan itu berasal dari praktik korupsi.
Zarof juga dijatuhi denda Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, maka hukumannya akan ditambah enam bulan kurungan.
Dalam perkara ini, Zarof dinyatakan bersalah melanggar Pasal 6 Ayat (1) jo Pasal 15 dan Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia terbukti bersekongkol dengan pengacara Lisa Rachmat untuk menyuap Hakim Agung Soesilo demi mempengaruhi hasil kasasi Ronald Tannur, anak anggota DPR RI yang sebelumnya divonis bebas oleh PN Surabaya dalam kasus dugaan pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Lisa menjanjikan uang Rp6 miliar kepada Zarof, Rp5 miliar untuk hakim kasasi dan Rp1 miliar untuk dirinya sendiri.
Uang tersebut diberikan secara bertahap dan disimpan Zarof di rumah pribadinya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Jaksa menyebut, pemufakatan dimulai ketika Lisa meminta bantuan Zarof untuk mengenalkannya pada Ketua PN Surabaya saat itu, Rudi Suparmono.
Dari situ, Lisa membangun hubungan dengan para hakim di PN Surabaya dan akhirnya berhasil meloloskan vonis bebas untuk Ronald Tannur pada 24 Juli 2024.
Ketika jaksa mengajukan kasasi pada 6 September 2024, Lisa kembali meminta bantuan Zarof, kali ini untuk mempengaruhi Hakim Agung Soesilo.
Dalam sebuah pertemuan di rumah Zarof, Lisa menyampaikan bahwa Soesilo adalah salah satu hakim dalam perkara kasasi Ronald.
Zarof lalu menemui Soesilo di acara pengukuhan guru besar Universitas Negeri Makassar untuk memastikan bahwa Soesilo benar menjadi ketua majelis.
Dalam pertemuan itu, Zarof menyampaikan maksud Lisa untuk mempengaruhi putusan kasasi. Soesilo menanggapi, “akan melihat perkaranya terlebih dahulu.”
Akhirnya, Majelis Hakim Kasasi yang terdiri dari Soesilo, Sutarjo, dan Ainal Mardhiah menjatuhkan putusan kasasi. Menariknya, Soesilo memberikan dissenting opinion (pendapat berbeda) dan menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti bersalah atas dakwaan jaksa.
Vonis ini memperlihatkan bagaimana jejaring kekuasaan dapat digunakan untuk memanipulasi hukum.
Penegakan hukum kini berada di titik kritis, karena perkara Zarof Ricar melibatkan upaya sistematis mempengaruhi putusan pengadilan tertinggi di Indonesia.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]