Kelima, ada dugaan pelanggaran
terhadap hubungan yang adil pada pekerjaan dalam konteks dasar hukum,
hak, dan kewajiban 75 pegawai KPK setelah TWK.
Keenam, kata Asfinawati, ada dugaan
diskriminasi terhadap perempuan dalam proses tersebut.
Baca Juga:
Polri Terbitkan Perpol Terkait Perekrutan 57 Mantan Pegawai KPK Jadi ASN
"Banyak pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat menjadi pelecehan seksual dan ada pegawai perempuan KPK yang
sampai menangis di dalam tes itu, karena dikejar tentang persoalan-persoalan personal yang saya yakin teman-teman tahu apa pertanyaan
itu, yang seksis dan bersifat diskriminatif," kata Asfinawati.
Ketujuh, adanya
dugaan stigmatisasi terhadap 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.
"Tak hanya menutup mereka bisa
diangkat menjadi ASN pada KPK, tapi juga akan mempengaruhi kehidupan
sosial, pendidikan anak-cucunya, dan
berkiprah di pemerintahan setelah ini. Jadi, stigma
ini parah sekali, dan dalam kasus ekstrem, dia
bisa menjadi alasan penganiayaan terhadap mereka yang distigma itu, bahkan pembunuhan," kata Asfinawati.
Baca Juga:
TWK KPK, Saut Situmorang: Presiden Kita Salah Mikir
Terakhir, kata dia, ada tendensi yang
sangat kuat adanya pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat.
Menurut Asfinawati, sebagian dari 75 pegawai KPK pernah menandatangani petisi menolak
Ketua KPK, Firli Bahuri, menjadi pemohon judicial
review dalam revisi Undang-Undang KPK.
Artinya, kata Asfinawati, 75 pegawai
KPK tersebut adalah mereka yang kritis.