WahanaNews.co | Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan membeberkan bahwa Putri Candrawathi dan suaminya, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, memiliki niat yang sama untuk menghabisi sang ajudan, Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
JPU menyampaikan hal itu saat membacakan tanggapan atas nota pembelaan (replik) Putri, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Menurut Jaksa Sugeng Hariadi ketika membacakan replik, Putri langsung menelepon Ferdy Sambo usai sebuah kejadian di rumahnya di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Sehari kemudian, kata Jaksa Sugeng, Putri pulang ke Jakarta dan menceritakan dugaan pelecehan yang dituduhkan kepada Yosua.
Setelah mendengar cerita Putri itu, Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua. Namun, kata jaksa, Putri justru tidak menghentikan niat suaminya buat menghabisi Yosua.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
"Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mempunyai kehendak yang sama rencana memberi pelajaran kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," ucap Jaksa Sugeng.
"Artinya, peristiwa pembunuhan berencana dikehendaki oleh Putri Candrawathi. Tak terbantahkan lagi," lanjut Jaksa Sugeng.
Menurut Jaksa Sugeng, dalam nota pembelaannya tim kuasa hukum Putri justru ikut mempertahankan skenario yang akhirnya terungkap.
Jaksa Sugeng menyatakan, dari berbagai fakta hukum yang terungkap dalam persidangan memperlihatkan Putri turut berperan dan menjadi salah satu pelaku dalam dugaan pembunuhan berencana itu walaupun bersikap pura-pura tidak mengetahui delik itu.
"Akan tetapi Terdakwa Putri Candrawathi melakukan karakter yang dipersyaratkan dengan pembunuhan berencana yaitu menyampaikan cerita kepada saudara Ferdy Sambo, berupa cerita jika terdakwa Putri Candrawati dilecehkan yang kemudian berubah menjadi cerita pemerkosaan lalu saudara Ferdy Sambo membuat perencanaan dan bekerjasama dengan saksi Ricky Rizal Wibowo, Kuat Ma'ruf, dan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," papar Jaksa Sugeng.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus itu terdapat 5 terdakwa yang sudah menjalani sidang tuntutan. Mereka adalah Richard Eliezer (Bharada E) Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal (Bripka RR), dan Kuat Ma'ruf.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai kelima terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Kuat Ma'ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan pada Senin (16/1/2023). Kemudian, ia dituntut pidana penjara 8 tahun.
Setelah itu, Ricky Rizal yang menjalani sidang tuntutan. Eks ajudan Ferdy Sambo berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) itu dituntut pidana penjara 8 tahun.
Selang sehari, atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar.
Eks Kadiv Propam Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.
Berikutnya, Putri Candrawathi dan Richard Eliezer yang menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023). Istri Ferdy Sambo dituntut pidana penjara 8 tahun.
Sementara, eks ajudan mantan Kadiv Propam Polri dari satuan Brimob berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada), Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun penjara oleh JPU.
Melansir Kompas.com, Jaksa menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini hanya Richard yang dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
LPSK juga mengajukan permohonan supaya Richard dipertimbangkan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC), karena pengakuannya membongkar skenario di balik kasus itu. [eta]