Dalam
UU Nomor 41 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakif
adalah sebutan untuk pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
Baca Juga:
Dianggap Ilegal, Nama-nama Bayi ini Dilarang Digunakan di Sejumlah Negara
Sementara
nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola
dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Harta
benda yang diserahkan wakif ke nazhir harus berdasarkan akad yang dikenal
dengan ikrar wakaf yang artinya pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara
lisan atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
Akad
ini kemudian dituangkan dalam perjanjian hitam di atas putih di depan dua orang
saksi dan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yakni pejabat berwenang
yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk membuat akta ikrar wakaf.
Baca Juga:
Masyarakat Kerinci Kerahkan Pawang Hujan, Antisipasi Cuaca Buruk saat Evakuasi Kapolda Jambi
Setelah
seorang wakif menyerahkan hartanya untuk diwakafkan lewat ikrar, maka secara
hukum wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Dalam
aturan wakaf, harga benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama atau manfaat jangka panjang, serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah
yang diwakafkan oleh wakif.
Dalam
Pasal 11 UU Nomor 41 Tahun 2004, harta wakaf kemudian dikelola oleh nazhir
antara lain melakukan pengelolaan administrasi benda wakaf, mengembangkan,
mengawasi, dan melindungi harta wakaf.