WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketua Umum Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara, yang dikenal dengan tagline Peradi Pergerakan, Hermawi Taslim SH, memberikan tanggapan terkait pemberitaan mengenai keberadaan tujuh organisasi advokat (OA) yang disebut sah dan diakui pemerintah.
Dalam sejumlah laporan media nasional, diberitakan bahwa hanya terdapat tujuh organisasi advokat yang dianggap memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).
Baca Juga:
Kolaborasi Strategis, Polda Sumut Gandeng PERADI Tingkatkan Kapasitas Hukum Personel
Tujuh organisasi tersebut ialah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Kongres Advokat Indonesia (KAI), Komite Nasional Advokat Indonesia (KNAI), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), serta Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI).
Hermawi menilai pemberitaan tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan anggota organisasi advokat lainnya yang pada kenyataannya juga memiliki kedudukan hukum yang sah.
“Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan dinamika pembentukan dan perkembangan organisasi advokat di Indonesia,” ujar Hermawi dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11/2025).
Baca Juga:
Kongres Advokat Indonesia Salah Satu Organisasi Pengacara Terbaik di Tanah Air
Ia menegaskan bahwa sejumlah organisasi advokat lain, termasuk Peradi Pergerakan, telah memperoleh legitimasi hukum melalui proses pengesahan resmi dari pemerintah.
Hal ini selaras dengan perkembangan sejarah organisasi advokat di Indonesia.
Sejarah dan Dinamika Organisasi Advokat
Pembentukan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dimulai pada 7 April 2005 di Balai Sudirman, Jakarta Selatan.
Saat itu, delapan organisasi advokat IKADIN, AAI, IPHI, GAPI, SPI, AKHI, HKHPM, dan APSI sepakat membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) sebagai pelaksana amanat Pasal 32 ayat (3) UU Advokat.
Namun, perjalanan Peradi tidak berlangsung tanpa kendala. Pada 27 Maret 2015, terjadi perpecahan dalam tubuh organisasi tersebut di Makassar.
Peristiwa ini kemudian diperkuat dengan terbitnya Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/2015 tertanggal 25 September 2015 mengenai penyumpahan advokat, yang pada akhirnya membuka ruang bagi lahirnya organisasi advokat baru.
Lebih jauh, Hermawi menjelaskan bahwa meskipun Pasal 28 ayat (1) UU Advokat menyebutkan organisasi advokat sebagai single bar atau satu-satunya wadah profesi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 menegaskan bahwa keberadaan organisasi advokat lain tetap diperbolehkan selama tidak melaksanakan delapan kewenangan eksklusif yang dimiliki Peradi.
Putusan tersebut merupakan wujud jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam Pasal 28 dan 28E ayat (3) UUD 1945.
Penegasan serupa kembali muncul melalui Putusan MK Nomor 35/PUU-XVI/2018 yang menyatakan bahwa keberadaan organisasi advokat selain Peradi tetap sah dan diakui sebagai bagian dari hak konstitusional warga negara.
Keabsahan Peradi Pergerakan
Peradi Pergerakan resmi berdiri berdasarkan Akta Nomor 01 tanggal 8 Agustus 2022 yang dibuat oleh Notaris Anandha Ridwan Yustiawan, SH, M.Kn.
Organisasi ini juga mendapatkan pengesahan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU-0008106.AH.01.07 Tahun 2022 tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara.
Dengan pengesahan tersebut, Peradi Pergerakan memiliki status resmi sebagai badan hukum perkumpulan advokat.
Proses legalitasnya diajukan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham dan telah disetujui sesuai ketentuan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2019 terkait tata cara pengesahan badan hukum serta perubahan anggaran dasar perkumpulan.
“Seluruh prosedur telah dipenuhi. Karena itu, pernyataan bahwa hanya ada tujuh organisasi advokat yang sah adalah keliru dan menyesatkan,” tegas Hermawi.
Sebagai organisasi advokat yang sah, Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara atau Peradi Pergerakan membawa visi untuk menghadirkan advokat-advokat yang menjunjung tinggi nilai penegakan hukum, kejujuran, dan keadilan.
“Peradi Pergerakan siap merespons kebutuhan hukum masyarakat dan berpartisipasi aktif dalam penegakan hukum di Indonesia,” pungkas Hermawi.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]