Masih di klaster pertama, Sri Mulyani juga mengusulkan penunjukan pihak lain untuk memungut PPh, PPN, dan pajak transaksi elektronik atau PTE. Pihak lain yang dimaksud misalnya penyedia layanan transaksi elektronik. Ini tertuang dalam pasal 32a.
Kemudian menyangkut program peningkatan kepatuhan pajak. Program ini mengatur pemberian kesempatan pada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan.
Baca Juga:
Sri Mulyani Bagikan Pengalaman Atasi Tantangan Pembiayaan Infrastruktur
"Berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program pengampunan pajak dan pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan pajak penghasilan orang pribadi pada tahun pajak 2019 ini termaktub pasal 37b hingga pasal 37i," jelasnya.
Klaster Kedua
Klaster kedua berkaitan dengan pajak penghasilan, pengaturan kembali natura, dan perubahan tarif dari pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar per tahun. Dia mengatakan, ini untuk mencerminkan keadilan, yang tertuang di pasal 17.
Baca Juga:
Lepas Status Ibu Kota, DKI Bakal Diganti Jadi DKJ
"Berikutnya pengaturan terkait instrumen pencegahan penghindaran pajak dengan memberikan landasan bagi pemerintah untuk melakukan koreksi yang diindikasikan dapat kurangi menghindari atau tunda bayar pajak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan UU di bidang perpajakan di dalam pasal 18," tuturnya.
Kemudian di pasal 31 e diatur penyesuaian insentif wajib pajak untuk UMKM dengan omzet maksimal Rp 50 miliar. Hal lain yang diatur, kata dia, yakni penerapan alternatif minimum tax atau pengenaan tarif pajak tertentu dari omzet, terutama bagi wajib pajak badan yang menyatakan rugi namun tetap beroperasi atau melakukan ekspansi. Ini tertuang di pasal 31 f.
Klaster Ketiga