WahanaNews.co, Jakarta - Dr. Muhammad Iqbal, pengamat politik dari Universitas Jember, menganggap pengunduran diri Mahfud Md dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dapat merusak integritas kabinet Joko Widodo.
Menurutnya, opini publik bisa menciptakan citra negatif terkait stabilitas dan harmoni aspek politik, hukum, dan keamanan dalam demokrasi. Ia menekankan bahwa sektor politik dan keamanan seharusnya meninggalkan warisan penting pada akhir masa jabatan kedua Jokowi.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Terlebih lagi, jika melihat Indeks Persepsi Korupsi 2023, di mana peringkat Indonesia turun dari posisi 110 pada tahun 2022 menjadi 115 dengan skor yang stagnan di angka 34, kekhawatiran tentang kondisi politik, hukum, dan keamanan semakin terasa.
"Secara komunikasi politik, makna panggung belakang pengunduran diri Mahfud bisa diartikan terjadinya jalan kematian demokrasi kabinet Jokowi," tuturnya, melansir Antara, Jumat (2/2/2024).
Jika menyitir Levitsky dan Ziblatt, lanjut dia, pagar demokrasi bisa roboh bila lumpuh atau dilumpuhkan-nya kekuatan oposisi di parlemen. Mitos sosok pemimpin populis sederhana dan demokratis berubah jadi lebih otoriter.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
"Semua itu bisa terjadi ketika kekuasaan justru melanggar aturan ideal demokrasi baik secara perkataan dan perbuatan. Kemudian juga menyangkal legitimasi lawan politiknya dan mempertontonkan pembatasan kebebasan sipil lawan politiknya," katanya.
Menurutnya prinsip dan nilai etika politik berdemokrasi itulah yang kini jadi pondasi dan motif dari makna panggung belakang pengunduran diri Mahfud Md.
Terkait pengaruh elektoral, pakar komunikasi politik itu menilai bahwa secara momentum waktu, undur diri Mahfud ketika pilpres menyisakan waktu dua pekan, bisa menambah daya ungkit elektoral, meskipun relatif tidak terlalu signifikan.