"Daya ungkit elektoral pasangan capres-cawapres nomor urut 3 itu relatif baru untuk menambal sulam kantung suara yang sudah telanjur banyak lubang digerus oleh massa pendukung Jokowi dan Gibran terutama di basis Jatim dan Jateng," ujarnya.
Jika Mahfud Md mengundurkan diri sebulan yang lalu, gelombang simpati terhadapnya sebagai penjaga etika demokrasi bisa menjadi lebih besar. Namun, jika hal tersebut terjadi saat ini, upaya untuk membesarkan momentum pengunduran diri menjadi lebih sulit.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
"Potensi pengaruh elektoral dari pengunduran diri Mahfud Md masih harus diuji sejauh mana ketiga pasangan calon bersaing untuk menguasai 'the real battle ground,' terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah," ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat politik yang juga Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang mengatakan pengunduran diri Mahfud Md merupakan bentuk pertanggungjawaban moral politik di mata publik.
Di sisi yang lain, menurut Ahmad Atang, ini merupakan keputusan Mahfud Md. untuk membebaskan diri dari jeratan kekuasaan.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
"Itu merupakan hak yang bersangkutan walaupun secara regulasi menteri hanya diberi hak cuti kampanye," kata Ahmad Atang di Kupang, Jumat, terkait pengunduran diri Mahfud Md. dari pemerintahan Jokowi.
Namun, menurutnya, tak peduli apa alasannya, tindakan Mahfud Md ini terasa agak terlambat seharusnya dilakukan sejak awal ia ditetapkan sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Ahmad Atang menilai bahwa kritik Mahfud Md terhadap kekuasaan Presiden RI Joko Widodo saat ia masih menjabat sebagai cawapres seolah-olah terkendala oleh perannya sebagai Menko Polhukam.