“Dibilang melanggar hukum, kamu korupsi ini, diperiksa terus, namun tidak pernah ada keputusan, apakah tersangka atau tidak, hanya diperas saja, polisi juga melakukan hal yang sama”, ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan, sebelumnya sudah ada aturan dan kesepakatan bersama bahwa, terhadap proyek pemerintah yang sedang berjalan, Kejaksaan maupun Polisi tidak boleh melakukan pemeriksaan sebelum masa anggaran berakhir.
Baca Juga:
Rp915 Miliar dan 51 Kg Emas: Rahasia Kotor di Balik Mafia Hukum Sugar Group
Kalau ditemukan permasalahan, aparat penegak hukum terlebih dahulu melaporkan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Jangan Jaksa dan Polisi langsung ke Pimpinan Proyek (Pimpro) atau langsung kepada yang menyetor barang, tindakan tersebut sangan mengganggu”, tambah Mahfud.
Fenomena “Industri Hukum” tidak hanya terjadi di Kalimantan Barat saja, tetapi juga ditemukan di Provinsi lain termasuk di Sulawesi Selatan.
Baca Juga:
Rp1 Miliar untuk Ganggu Hukum: Ketua Tim Buzzer Masuk Jaringan Pengacau Penegakan Korupsi
Di berbagai daerah juga begitu, nah ini juga jadi manjadi masalah. Itu moralitas yang di langgar oleh aparat penegak hukum, tentu tidak semua aparat penegak hukum seperti itu, tapi gejala itu terjadi, lanjut Mahfud.
Mahfud lebih lanjut menjelaskan bahwa, fenomena Industri Hukum” juga pernah membuat pegawai ketakutan hingga enggan mendaftar sebagai pejabat dinas tertentu di Yogyakarta.
Kalau tidak salah dulu di Yogyakarta perlu beberapa orang pejabat dinas, misalnya yang diperlukan 10 orang, tapi yang mendaftar cuma 6 orang.