"Ketika aparat negara menjadi alat untuk kepentingan di luar negara, baik itu kepentingan penguasa maupun pengusaha, itu merupakan awal dari konflik dan dapat memicu pertikaian kapan saja,” katanya.
Namun, terkait pergantian kepemimpinan di lembaga, Bambang menyatakan bahwa itu adalah hak prerogatif presiden. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan saat ini adalah mengevaluasi secara menyeluruh mengenai aturan yang ada.
Baca Juga:
2 Teroris Afiliasi JAD dan ISIS Ditangkap Densus 88 di Bima NTB
"Ini merupakan hak prerogatif presiden. Selama presiden merasa nyaman dengan kepemimpinan lembaga tersebut, meskipun publik menginginkan perubahan, permintaan tersebut tidak akan diindahkan,” jelasnya.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Ardiansyah, diduga diikuti oleh dua anggota Densus 88 di sebuah restoran Perancis di wilayah Cipete, Jakarta Selatan, pada Minggu, 19 Mei 2024.
Tindakan tersebut kemudian diketahui oleh personel Polisi Militer (PM) yang bertugas mengawal Febrie sejak Kejagung mulai menyelidiki kasus korupsi timah senilai Rp 271 triliun.
Baca Juga:
Sebar Ancaman Teror saat Kedatangan Paus, Densus 88 Usut Motif 7 Pelaku
Ketika dimintai konfirmasi, Ketua Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, mengakui bahwa ia belum menerima informasi mengenai isu penguntutan terhadap Jampidsus Febrie Ardiansyah tersebut.
“Hingga saat ini, saya belum menerima informasi tersebut,” ujar Ketut seperti yang dilansir dalam tayangan Kompas TV, Minggu (26/5/2024).
Lebih lanjut, Ketut menjelaskan tentang keberadaan personel militer yang bertugas mengawal di Kejagung. Menurutnya, aparat TNI memang terlibat dalam pengawalan di Kejagung.