WahanaNews.co | Seorang pria inisial G (28) tega membunuh istrinya sendiri, wanita berinisial BA (30), lantaran terbakar api cemburu buta. Peristiwa pembunuhan terjadi di Ciledug, Tangerang pada Selasa (13/9/2022) sekitar pukul 06.30 WIB. Tersangka langsung diringkus polisi atas kejahatan tersebut.
Di Desa Pasaribu, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Harapan Munthe (44) membunuh istrinya, Nurmaya Situmorang (43) dengan cara mutilasi pada Sabtu (12/11/2022) pukul 06.00 WIB.
Baca Juga:
Ada 4 Kasus Kekerasan Seksual di KPU, Komnas Perempuan Sebut 2 Libatkan Hasyim
Kedua kasus tersebut hanya ilustrasi dari sekian banyak kasus pembunuhan terhadap perempuan oleh pasangannya sendiri, yang terjadi di Tanah Air.
Menyikapi makin meruyaknua kasus serupa, Komnas Perempuan menyerukan untuk menghentikan femicide, pembunuhan terhadap perempuan. Arti femicide adalah penghilangan nyawa perempuan yang terkait dengan identitas gendernya.
Menurut Komnas Perempuan, sebagaimana dikutip dari komnasperempuan.go.id, femicide adalah puncak dari kekerasan terhadap perempuan (KtP) yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan.
Baca Juga:
Menkominfo Diingatkan Tak Sembarangan Bicara Terkait Kasus Istri Bakar Suami
Disebutkan Komnas Perempuan, femicide minim terlaporkan kepada mereka ataupun lembaga layanan lainnya karena adanya anggapan bahwa korban sudah meninggal.
"Padahal hak asasi seseorang atas martabat, hak kebenaran, hak atas keadilan, dan sebagainya tidaklah berhenti dengan hilangnya nyawa orang tersebut," tulis Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan menyebut, femicide terjadi karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban. Data WHO menyebut, 37% pembunuhan perempuan di seluruh dunia dilakukan oleh intimate partner, yakni suami, pacar, mantan suami, dan mantan pacar.
Senada dengan data WHO, hasil analisis Komnas Perempuan terhadap data-data femicide yang terlaporkan di Indonesia menemukan, kebanyakan pelaku femicide adalah orang-orang yang dikenal dekat oleh korban, baik pacar, kawan kencan, suami, pelanggan, dan lainnya.
Komnas Perempuan menyebut, pola-pola femicide dapat disebabkan oleh kekerasan seksual, ketersinggungan maskulinitas seksual laki-laki, kecemburuan, kawin siri yang tidak ingin terbongkar, penghindaran tanggung jawab karena menghamili, prostitusi terselubung yang minim pantauan, serta kekerasan dalam pacaran.
Melihat banyaknya kasus femicide di Indonesia pada tahun ini, Komnas Perempuan menyerukan kepada kepolisian untuk "siaga penuh menjaga dan menjamin keamanan pelapor atau perempuan yang terindikasi terancam jiwanya."
Selain itu, Komnas Perempuan untuk meminta media untuk menghindari viktimisasi pada korban dengan menjaga integritas korban dan keluarganya.
Masyarakat, termasuk keluarga besar, tempat kerja, organisasi, lembaga pendidikan juga diharapkan menjadi bagian pencegahan dan perlindungan kekerasan terhadap perempuan.
"Pemerintah diharapkan melakukan pendataan yang serius terhadap kasus femicide sebagai acuan agar bisa diambil langkah sistemik untuk pencegahan dan penanganannya," imbuhnya.
Sebelumnya pada tahun 2015 pelapor Khusus PBB untuk Violence Against Women (VAW), Dubracka Simonovic telah menyerukan kepada dunia agar setiap negara membuat femicide watch atau gender related killing of women watch.
Simonovic meminta agar data-data hasil pantauan terhadap kasus femicide itu diumumkan pada Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh setiap tanggal 25 November. [rds]