WahanaNews.co, Jakarta - Yusril Ihza Mahendra, Pakar hukum tata negara berpendapat dalam situasi mendesak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat langsung diberlakukan, tanpa harus menunggu perubahan undang-undang atau peraturan lainnya termasuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Hal itu merespons agar KPU menyurati pimpinan Parpol menaati Putusan MK Nomor 90/PUI-XXI/2023 terkait usia Presiden 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Dalam keadaan mendesak, keputusan seperti itu dapat dilaksanakan, tanpa menunggu perubahan undang-undang Pemilu maupun Peraturan KPU," kata Yusril dalam keterangannya, Jumat (20/10).
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menekankan, hukum administrasi terkait penyelenggaraan negara bersifat dinamis dan antisipatif. Sehingga dalam keadaan tertentu, hal-hal yang bersifat prosedural dapat dikesampingkan demi kepentingan yang lebih besar.
Sejatinya, menurut Yusril, Peraturan KPU mesti diubah karena ada putusan MK. Tetapi menurutnya, pengubahan itu terbentur masalah prosedur karena KPU harus berkonsultasi dengan DPR.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Sementara DPR sedang reses sehingga konsultasi tidak dapat dilaksanakan. Disisi lain, jadwal Pemilu terkait pendaftaran Pilpres tidak dapat ditunda lagi. Pilpres berhubungan langsung dengan perintah UUD 45 agar Pemilu dikaksanakan lima tahun sekali. Menunda ini, akan menimbulkan dampak konstitusional yang serius terkait masa jabatan Presiden sekarang," ucap Yusril.
Permintaan KPU agar parpol menaati Putusan MK tanpa KPU sendiri mengubah Peraturan KPU (PKPU), bukannya tanpa dasar. Sebab, yang diuji di MK adalah Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bukan menguji PKPU.
"KPU tidak dapat mengubah PKPU karena rujukan KPU dalam menyusun PKPU adalah Undang-Undang Pemilu. Sementara, Presiden dan DPR tidak akan dapat mengubah UU Pemilu untuk melaksanakan Putusan MK terkait usia mininal Presiden dan Wakil Presiden dalam waktu hanya beberapa hari," papar Yusril.
"Pilihan yang lain untuk melaksanakan Putusan MK adalah Presiden menerbitkan Perpu berdasarkan pertimbangan hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Presiden nampaknya tidak berkeinginan menerbitkan Perpu dimaksud. Lantas apa jalan keluarnya? Patut diketatahui bersama bahwa berdasarkan Pasal 56 UU MK, Putusan MK itu bersifat final dan mengkikat dan berlaku sejak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum," sambungnya.
Itu berarti, Putusan MK berlaku serta-merta meskipun dalam putusan pengujian terhadap UU, MK menyatakan suatu norma dalam Pasal UU yang diuji bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat, meskipun norma Pasal tersebut dalam kenyataannya belum diubah oleh Presiden dan DPR.
"Jadi, Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 yang membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka untuk mendaftar sebagai calon Wapres berpasangan dengan Prabowo Sibianto harus dilaksanakan oleh parpol atau gabungan parpol dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam mendaftarkan pasangan calon tersebut, jika sekiranya KIM memutuskan akan mencalonkan Prabowo berpasangan dengan Gibran," papar Yusril.
Jika KIM memutuskan demikian, lanjut Yusril, maka KPU juga wajib memastikan akan menerima pencalonan itu sesuai diktum Putusan MK yang membuka peluang bagi Gibran belum berusia 40 tahun, tetapi memenuhi syarat sebagai cawapres berdasarkan Putusan MK.
"Putusan MK memang menuai kritik dari sudut pandang politik dan akademik, tetapi saya tegas menyatakan betapun ada kritik bahkan penolakan, putusan pengadilan, termasuk Putusan MK harus dihormati dan dijalankan. Kepastian
hukum harus dilaksanakan," pungkas Yusril.
[Redaktur: Amanda Zubehor]