WahanaNews.co | Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) berpendapat, Pilkada yang bermartabat dan sehat seharusnya menjadi bagian dari koreksi penyelenggaraan
pemerintahan, termasuk upaya pemberantasan korupsi.
Sekretaris Jenderal KIPP, Kaka Suminta, yang dihubungi wartawan dari Tanjungpinang, Selasa (24/11/2020), mengatakan, Pilkada 2020 masih menyisakan
permasalahan serius dalam konteks pemberantasan korupsi, lantaran
masih ada pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tersandera
kasus hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga:
Bawaslu Kota Gunungsitoli Buka Rekrutmen Panwaslucam di Pilkada 2024, Ini Syaratnya
Upaya pencegahan korupsi yang
berlangsung tidak sebentar menyebabkan politisi yang tersandera kasus korupsi
maupun gratifikasi dapat mencalonkan diri.
Penyebab lainnya, yakni format hukum yang mewajibkan lembaga penyelenggara pemilu
wajib menghormati proses hukum terhadap politisi yang tersandera kasus di KPK
sebelum dijatuhi vonis bersalah oleh pengadilan.
Artinya, regulasi tidak melarang
orang-orang yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dan gratifikasi
mencalonkan diri, meskipun penyelenggara pemilu memiliki semangat yang sama
dengan rakyat untuk melahirkan pemimpin yang bersih, dan dapat membangun daerah
yang dipimpin.
Baca Juga:
KPU Bakal Tetap Pakai Sirekap di Pilkada 2024
Selain itu, kata dia, kehadiran politisi yang tersandera kasus hukum di KPK sebagai
peserta pilkada sebagai gambaran kegagalan partai politik dalam menyaring
secara jernih bakal calon kepala daerah sebelum didaftarkan di KPU.
Partai politik masih memainkan peran
sebagai partai pengusung atau pendukung hanya dengan mempertimbangkan
kemenangan dan kekalahan.
"Ini kami istilahkan sebagai
tirani ilegal. Kita tahu (kondisi) ini tidak benar, tetapi secara legal harus
diikuti. Artinya kita tersandera dalam format hukum, dan pilihan partai politik
yang tidak melalui proses yang jernih," ujarnya, yang juga mantan tim
seleksi anggota Bawaslu Kepri.