WahanaNews.co | Peneliti Forum
Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai, Fraksi
Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nyaris tak memiliki peluang jika benar ingin mengajukan legislative review
terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Sebab,
kebijakan parlemen saat ini ditentukan jumlah suara mayoritas.
Sedangkan
diketahui, dari sembilan fraksi yang ada di DPR, enam di antaranya adalah
partai pendukung pemerintahan Joko Widodo - KH Ma"ruf Amin. Dengan mengasumsikan, Partai Amanat
Nasional (PAN) belum secara jelas menentukan sikapnya.
Baca Juga:
Anies Baswedan Kritik Kinerja Jokowi dalam Menurunkan Angka Pengangguran Dua Periode
"Seberapapun
oposisi punya sikap yang berbeda, tak mampu mengubah kebijakan tersebut. Di
situlah makna penilaian soal parlemen yang tumpul itu," ujar Lucius kepada wartawan, Kamis (22/10).
Selain
itu, Lucius melihat bahwa Demokrat dan PKS sendiri tak serius dalam menghadirkan opini penolakannya terhadap UU Cipta Kerja. Suara lantang penolakan hanya
terlihat pada detik-detik terakhir menjelang pengesahan
regulasi sapu jagat itu.
"Padahal, jika sejak proses (pembahasan) berlangsung ada
perlawanan dari oposisi atas konsep koalisi, mungkin saja dukungan publik atas
oposisi bisa mengalir dan menjadi kekuatan untuk menekan koalisi,"
katanya.
Baca Juga:
Ganjar Pranowo Ungkap Pembicaraan dengan Buruh Brebes, Fokus pada Evaluasi UU Cipta Kerja
Penolakan
Demokrat dan PKS jelang pengesahan UU Cipta Kerja dinilainya sebagai pencitraan
semata. Guna mendapat dukungan dari publik, meskipun keduanya diketahui tak
bisa berbuat banyak saat itu.
"Sayangnya
itu tak cukup ditunjukkan oposisi, sehingga terlihat mereka hanya asal-asalan
atau melakukan pencitraan politik saja ketika realitasnya mereka kalah,"
ujar Lucius.
Legislative review adalah
upaya untuk mengubah suatu undang-undang melalui DPR. Sederhananya, proses pengusulan UU baru atau revisi UU, yang diatur
UUD 1945 dan UU Pembentukan Peraturan Perundangan.