Teguh menyampaikan pihaknya telah beberapa kali mengingatkan
soal celah keamanan situs pemerintah. Karena tak mendapat respons, dia dan
peretas lain memilih untuk fokus menemukan celah keamanan di sektor swasta.
Bahkan, Teguh menyinggung soal program Badan Siber dan Sandi
Negara yang intinya menampung laporan celah keamanan di situs pemerintah dari
para peretas. Namun, program itu telah ditutup karena tidak jelas secara SOP,
misalnya dari segi perlindungan bagi peretas yang melapor.
Baca Juga:
Kasus Judol, Budi Arie Jadi Korban Pengkhianatan Pegawai Komdigi
"Kamu (BSSN) bikin ini memang jelas SOP-nya? Terus
kalau mereka (peretas yang melaporkan celah di situs pemerintah) suatu hari
ditangkap gimana? Sementara kamu udah bilang, laporkan ke kami, kamu
aman," ujarnya.
Salah satu bukti tidak adanya perlindungan bagi peretas yang
melapor adalah insiden penangkapan seorang anak di Sumatera usai dilaporkan
oleh KPU. Padahal, anak itu memiliki itikad memberi informasi soal celah
keamanan di situs KPU.
BSSN yang mengetahui laporkan itu juga seolah tutup mata
ketika sang peretas ditetapkan sebagai tersangka, meski pada akhirnya dilepas
setelah melalui berbagai proses.
Baca Juga:
6 Juta Data NPWP Diduga Bocor, Termasuk Milik Jokowi dan Gibran di Daftar Utama!
"Itulah masalah di Indonesia. Kayaknya butuh puluhan
tahun buat mengajak mereka (pemerintah) sadar akan hal ini. Makanya kami tidak
mau buang-buang waktu. Makanya Ethical Hacker Indonesia menolak untuk
bekerjasama dengan pemerintah dalam bentuk apapun," ujar Teguh.
Keamanan siber mahal