Teguh menyebut biaya untuk menciptakan pertahanan dari
serangan siber bervariasi, karena pada prinsipnya tidak ada yang aman di
internet. Facebook dan Google misalnya, harus menggelontorkan uang dalam jumlah
besar hanya untuk mencegah dari serangan peretas.
"Biaya investasi buat keamanan siber itu bervariasi
tergantung kebutuhannya," ujarnya.
Baca Juga:
Kasus Judol, Budi Arie Jadi Korban Pengkhianatan Pegawai Komdigi
Teguh menambahkan pemerintah juga perlu segera membuat
regulasi yang mengamankan data pribadi. Seperti di luar negeri, dia meminta
perusahaan yang gagal mengamankan data pribadi pelanggan harus didenda dalam
jumlah yang signifikan untuk memberi efek jera.
Sebab, dia melihat beberapa perusahaan di Indonesia masih
tidak maksimal dalam mengamankan data pelanggan. Bahkan, ada kesan lepas
tanggungjawab ketika data pelanggan diretas dan disebar oleh peretas.
"Kalau perusahaan didenda triliunan kan juga udah
lumayan, kayak ngasih efek jera. Ke depan kalau seperti itu lagi, dendanya
lebih besar lagi,"ujar Teguh.
Baca Juga:
6 Juta Data NPWP Diduga Bocor, Termasuk Milik Jokowi dan Gibran di Daftar Utama!
Data polisi pun bisa
dibobol
Dalam kesempatan yang sama, Teguh juga bercerita soal
pengalamannya berurusan dengan polisi ketika Sistem Informasi Personel Polri
diretas. Dia mengaku sampai diperiksa di Bareskrim Polri usai menemukan data
SIPP Polri dijual oleh peretas asal Iran bernama hojatking di RaidForums.