Mbah Min mengaku memiliki lima anak yang kini sudah
berkeluarga semua. Namun sebagian di antaranya terkena imbas pandemi dan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sehingga harus kehilangan
pekerjaan. Sedangkan istrinya sudah mendahuluinya menghadap Sang Ilahi beberapa
tahun lalu.
"Ada anak saya yang kerja di pabrik, tapi sekarang
libur karena tutup. Jadi saya harus bantu kerja," terang Mbah Min.
Baca Juga:
2 Personel Polres Merangin Curahkan Prestasi Pada Kejuaraan Dandim Cup 0416 Bute Shokaido Open - Festival Sesumatra 2024
Berjualan mainan anak-anak sudah digeluti Mbah Min sejak
empat tahun terakhir. Sebelumnya, dia mengaku pernah bekerja sebagai pengayuh
becak di sekitar Kota Solo. Selama menjalani hidup, Mbah Min yang tinggal di
kaplingan belakang UNS, pernah digusur ke lokasi lain.
"Itu kan dulu kuburan, saya sering tidur di sana.
Setelah itu digusur untuk bikin kampus," katanya.
Baca Juga:
Residivis Curanmor Berhasil Diringkus Tim Elang Sat Reskrim Polres Merangin, 3 Unit R2 Turut Disita
Kisah Perjuangan
Ngatimin
Semangat patriotisme Mbah Ngatimin bukan muncul begitu saja.
Saat masih remaja usia 15 tahun, ia menyaksikan ayahnya ditembak mati tentara
Belanda. Bahkan saat tertembak, ayahnya sedang menggandeng dirinya dan sang
adik. Peristiwa pilu itu masih terekam jelas dalam ingatannya.
"Kita itu mau cari tempat persembunyian. Tapi ayah saya
malah ditembak mati tentara Belanda," kisahnya.