Ricklefs menyatakan bila di antara
kaum priyayi di Jawa pada masa itu memang tumbuh sentimen anti-Islam.
Mereka beranggapan bahwa peralihan
keyakinan ke Islam adalah sebuah kesalahan dan bahwa kunci modernitas yang
sesungguhnya terletak kesalahan peradaban.
Baca Juga:
Soal Islamofobia, Mahfud MD: Yang Bilang Itu Abu Janda Bukan Pemerintah
Selain itu, mereka pun percaya bila
kunci modernitas yang sesunguhnya itu terletak pada penggabungan pengetahuan
moderen ala Eropa dengan restorasi kebudayaan Hindu-Jawa.
Islam dalam hal ini dipandang sebagai
penyebab mundurnya wujud paling agung dari kebudayaan tersebut: Kerajaan
Majapahit.
Pada tahun 1870-an, para penulis dari
Kediri memang telah meramu gagasan-gagasan semacam ini di dalam tiga karya
sastra yang "mengagumkan": Babad Kedhiri, Suluk Gatholoco, dan Serial Dermagandul, dan mengolok-olok
Islam.
Baca Juga:
Abu Janda Sebar Hoax Anies soal ACT, Bamus Betawi: Provokasi!
Karya tersebut ini meramalkan bahwa
penolakan terhadap Islam akan terjadi empat abad setelah kejatuhan Majapahit.
Rickles menengarai, buku itu mungkin
ditulis untuk memperingati berdirinya sebuah sekolah milik pemerintah kolonial
bagi kaum elite di Probolinggo pada 1878 atau 400 tahun setelah runtuhnya
Majapahit sebagaimana secara tradisional diyakini --dan bahkan
orang Jawa akan menjadi pemeluk agama Kristen.
Pada bagian lain dalam buku itu,
Ricklefs lebih lanjut menyatakan bila Babad
Kediri yang ditulis pada 1873 itu menampilkan satu sejarah yang konon
rahasia tentang kemenangan Islam di Jawa, kabarnya terjadi karena pengkhianatan
Sultan Demak pertama yang memerangi ayahnya sendiri dengan para wali di
sekitarnya.