WAHANANEWS.CO, Pinrang - Pegawai bank pelat merah di Pinrang, Sulawesi Selatan, kembali mencoreng nama lembaganya setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Pinrang resmi menetapkan seorang perempuan berinisial FMW sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana kredit pensiun dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,9 miliar.
Penetapan ini diumumkan pada Jumat (24/10/2025) oleh Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi, yang menjelaskan bahwa praktik curang tersebut telah berlangsung selama tiga tahun, sejak 2022 hingga 2025.
Baca Juga:
KPK Tegaskan Kasus Bank BJB Tetap Jalan Meski Lisa Mariana Terjerat Perkara Baru
“FMW memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mencari calon debitur, membantu administrasi kredit, serta membantu proses pencairan pinjaman pensiun dan pra-pensiun, yang merupakan fasilitas kredit bagi pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI-POLRI,” kata Soetarmi.
Kasus ini mulai terungkap ketika pihak bank melakukan audit internal terhadap transaksi yang mencurigakan dalam program pinjaman pensiun tersebut.
Dari hasil audit ditemukan adanya 41 debitur dengan aktivitas transaksi yang tidak wajar, dan setelah penyidikan lanjutan, diketahui bahwa 32 dari mereka mengalami kerugian akibat dana kredit yang seharusnya diterima penuh justru dikuasai oleh FMW.
Baca Juga:
Libatkan Pengacara dan Hakim, Sidang Tipikor Ungkap Skandal Suap Kasus CPO Rp40 Miliar
“Hasil audit internal bank menemukan adanya 41 debitur dengan transaksi yang tidak wajar. Setelah dilakukan penyidikan oleh pihak berwenang, diketahui bahwa dari 41 debitur tersebut, 32 debitur mengalami kerugian karena dana pencairan kredit yang seharusnya mereka terima secara penuh, sebagian tidak diserahkan atau bahkan dikuasai sepenuhnya oleh FMW,” jelas Soetarmi.
Tindakan FMW ini bukan hanya merugikan para debitur, tetapi juga menyebabkan kerugian keuangan negara terhadap bank pelat merah tersebut sekitar Rp 2,9 miliar.
“FMW menggunakan dua modus utama dalam menjalankan aksinya. Pertama, menguasai dan menarik dana pelunasan (take over) pinjaman debitur tanpa sepengetahuan pemilik,” ungkapnya.
Dalam modus pertama ini, FMW mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk melunasi pinjaman di bank melalui berbagai trik, seperti mengelabui teller dengan slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani debitur, menggunakan kartu ATM milik debitur, atau mentransfer dana ke rekening pihak lain yang ia kuasai.
“Modus kedua, FMW tidak menyerahkan seluruh dana pencairan kredit kepada debitur. Dalam beberapa kasus, pelaku hanya memberikan sebagian uang pinjaman agar korban tidak curiga, sementara sisa dana disimpan untuk kepentingan pribadi,” ujar Soetarmi.
Atas perbuatannya, FMW disangkakan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]