"Energi yang tersedia harus andal dan terjangkau, karena listrik sudah menjadi kebutuhan primer bagi rumah tangga, industri, dan perekonomian. Ketika ekonomi tumbuh, kelistrikan juga harus mendukung pertumbuhannya," kata Jisman.
Dalam konteks hilirisasi, Jisman mencontohkan bagaimana ekspor nikel Indonesia yang dulu hanya bernilai 3,3 miliar dolar, kini telah melonjak menjadi 35 miliar dolar dalam enam tahun terakhir.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kesiapan Pertamina Geothermal Pasok Listrik ke 2 Juta Pelanggan dengan Energi Bersih Tenaga Panas Bumi
"Ini menunjukkan potensi hilirisasi untuk mendorong perekonomian, dan salah satu hasil hilirisasi ini adalah produksi baterai untuk kendaraan listrik, yang tentu membutuhkan pasokan listrik dalam jumlah besar," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa dalam 10 tahun ke depan, Indonesia membutuhkan tambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 12-14 GW, dengan skenario rendah.
"Kami bekerja intensif dengan PLN untuk menyusun RUPTL yang baru. Proyek ini akan menambah kapasitas pembangkit sekitar 26 GW, sebagian besar berasal dari energi terbarukan," terang Jisman.
Baca Juga:
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Pasok Daya Besar ke Fasilitas Baterai EV di Karawang
Jisman juga menekankan pentingnya peran sektor ketenagalistrikan dalam transisi menuju energi terbarukan.
"Kita harus mempercepat alih teknologi menuju energi terbarukan, seperti PLTS dan PLTA. Potensi energi angin di sepanjang Pulau Jawa bagian utara sangat besar, bahkan bisa mencapai lebih dari 50 GW dengan ketinggian 200 meter," katanya.
Dalam acara tersebut, Jisman mengajak seluruh pihak untuk bergotong-royong dalam mendukung pembangunan sektor kelistrikan yang andal, terjangkau, dan ramah lingkungan.