WahanaNews.co | Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memprediksi pelarangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk olahannya bakal dicabut sekitar bulan Mei.
Pasalnya, pasokan minyak goreng curah subsidi dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter akan membanjiri pasar pada Mei 2022 nanti atau setelah Lebaran.
Baca Juga:
RSUI-Sania Royale Rice Band, Seminar Atasi Stroke dengan Gamma Oryzanol: Metode Memasak Minyak Goreng Sehat
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan melarang sementara ekspor bahan baku dan produk minyak goreng ke luar negeri.
Larangan sementara tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined,Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil. Permendag ini mulai berlaku pada 28 April 2022 dan berlaku hingga kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi serta harga minyak goreng curah mencapai Rp 14.000 per liter.
“Masalahnya itu kemarin bukan di pasokan minyak goreng. Produsen diminta mengeluarkan minyak goreng curah dengan HET ke pasar, itu mereka tidak punya keahlian, sehingga beberapa hal terjadi kelambatan. Namun di April kemarin, di Simirah (sistem informasi minyak goreng curah) dari target 191.600 ton yang harus dipenuhi, hampir 98% sudah terpenuhi."
Baca Juga:
P3PI Dorong Peningkatan Standar Higienis di Pabrik Kelapa Sawit menuju Kelayakan Food Grade
"Namun di pasar masih langka, ini yang jadi isu. Namun dengan regulasi yang sekarang, dengan diterjunkannya Bulog dan ID Food untuk menjembatani alur produk dari produsen ke konsumen, saya kira itu akan berhasil. Tidak perlu lama-lama, kemungkinan setelah Lebaran sudah pasti tercapai membanjiri pasar,” kata Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Sahat Sinaga dalam konferensi pers secara daring, Kamis (28/4/2022).
Dengan adanya penambahan modal kerja bagi Bulog untuk mendistribusikan minyak goreng curah, Sahat meyakini hal ini juga akan semakin mempercepat proses distribusi.
“Volume minyak goreng curah untuk market itu sekitar 200.000 ton per bulan. Saya kira jumlah ini tidak akan sulit mereka capai. Kemudian dengan Bulog punya modal kerja, para produsen migor juga tidak lagi punya keraguan dalam hal payment, sehingga para produsen minyak goreng kita tidak akan ragu memberikan pasokan kepada mereka,” kata Sahat.
Namun menurut Sahat, perlu ada key performance indicator (KPI) yang jelas untuk menyatakan kebijakan pelarangan ekspor ini berhasil atau belum.
“Presiden kan mintanya dua, availability dan harganya affordable sesuai HET. KPI-nya itu apa? Ini yang perlu ditetapkan. Kalau misalnya 85% market Indonesia sudah terpenuhi, kita harapkan itu sudah suatu achievement kebijakan ini mencapai sasaran. Kalau tidak jelas KPI-nya, kita akan mengalami kesulitan,” kata Sahat.
Ia juga meminta Satgas Pangan untuk mencegah penyalahgunaan minyak goreng curah subsidi yang dikemas atau repacking menjadi minyak goreng kemasan, atau disalurkan ke industri makanan dan minuman. “Kalau ditemukan, langsung ditindak tegas. Tutup langsung dan kenakan sanksi hukum,” kata Sahat. [rin]